Tolak Pembahasan RUU Kesehatan IDI Unjuk Rasa ke Kemenkes, Apa Masalahnya?

8 Mei 2023, 16:25 WIB
Tolak Pembahasan RUU Kesehatan IDI Unjuk Rasa ke Kemenkes, Apa Masalahnya?/Tangkap Layar Unjuk Rasa IDI Instagram @ikatandokterindonesia /

GALAMEDIANEWS - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Unjuk rasa berlangsung pada 8 Mei 2023.

Unjuk rasa yang dilakukan untuk merespon adanya pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang akan dilakukan dengan metode omnibus law.

IDI bersama organisasi profesi kesehatan lainnya seperti Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menolak RUU tersebut.

Baca Juga: BPBD KBB Catat 133 Bencana Alam Terjadi di Bandung Barat, 34 Rumah Rusak Berat

IDI beranggapan bahwa pembahasan RUU Kesehatan tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan dalam pembahasannya. Padahal organisasi merupakan representasi profesi dokter, dokter gigi, dan perawat yang tentunya akan terimbas oleh legalisasi ini.

Iqbal Mochtar Pengurus PB IDI dan PP IAKMI sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah, mencatat ada beberapa hal yang menjadi masalah dalam pengesahan RUU Kesehatan.

Masalah RUU Kesehatan

Tidak Memiliki Urgensi

UU omnibus bertujuan menggabungkan, merampingkan dan mengatasi tumpang tindih regulasi. Model onibus ini akan efektif apabila diaplikasikan pada kondisi complex and hyper regulation jumlah legislasi banyak beragam tumpah tindih atau terdapat kontradiksi satu dengan yang lainnya.

Baca Juga: Bakso Sedjahtera, Tempat Wisata Kuliner Bakso Enak dan Viral di Bandung, Bikin Mau Lagi dan Lagi

Namun, IDI beranggapan bahwa 9 UU yang akan digabungkan yang mana sebagian besarnya masih bernuansa homogen karena bertema besar kesehatan tidak memiliki kontradiksi antar UU. Sehingga elemen kompleksitas, heterogenitas, dan kontradiksi yang menjadi substansi pembuatan UU omnibus tidak jelas.

Setelah itu UU kesehatan yang akan dilebur usianya masih terbilang singkat. UU keperawatan dan tenaga kesehatan disahkan tahun 2014, sedangkan UU Karantina Kesehatan dan UU Kebidanan masing-masing disahkan tahun 2018 dan 2019.

“Saat ini, para stakeholders UU ini sementara berjibaku mengimplementasikan aturan-aturan ini, termasuk melakukan sosialisasi intensif dan pembuatan aturan turunan. Dalam kondisi demikian, mengapa tiba-tiba UU yang eksis ini ingin dihapus dan diganti dengan yang baru,” tulis Iqbal, yang di kutip dari website idionline.org.

Marginalisasi dan Super-Body Kemenkes

Iqbal Mochtar menyoroti mengenai marginalisasi organisasi profesi. Berbagai pasal dalam RUU Kesehatan mengisyaratkan fenomena fragmentasi dan amputasi organisasi profesi.

Baca Juga: Kronologi Hilangnya Bocah 3 Tahun di Subang, Ayah Darel: Ada Bayangan Putih

Misalnya pada pasal 296 ayat 2 menyebutkan bahwa setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi. Namun pasal tersebut terpatahkan oleh pasal lain, yaitu pasal 184 ayat 1 mengelompokkan tenaga kesehatan kedalam 12 jenis, seperti tenaga medis dan tenaga keperawatan.

“Opsi manakah yang akan berlaku, satu organisasi profesi untuk setiap jenis tenaga kesehatan (opsi pertama) atau untuk setiap kelompok tenaga kesehatan (opsi kedua). Ironisnya, kedua opsi ini memfragmentasi organisasi profesi,” kata Iqbal.

Selanjutnya, peran Menteri Kesehatan pun terlalu luas hingga melintasi batas profesionalisme. Peran Menteri menjadi super-body, sehingga sistem kesehatan menjadi sistem yang terpusat.

Menurutnya di era saat ini sistem sentralisasi peran mestinya ditinggalkan karena terbukti kurang efektif dan efisien. Ia menyebutkan di berbagai negara lain wewenang dan peran bidang kesehatan dibagi secara profesional dengan organisasi profesi dan recorder lainnya.

“RUU ini berjalan mundur karena Menteri terlalu jauh mengambil peran organisasi profesi dan civil society yang seharusnya menjadi elemen integral pembangunan kesehatan negara,” tutur Pengurus PB IDI dan PP IAKMI.

Baca Juga: Sinopsis Film Cold Pursuit, Bioskop Trans TV 8 Mei 2023: Aksi Balas Dendam Liam Neeson

Bendera Merah

RUU Kesehatan yang diharapkan menjadi benang merah justru menjadi bendera merah, artinya mengandung ketidakteraturan dan masalah serta berpotensi mendegradasi sistem. Pembuatan UU ini tentu berdampak pada hidup orang banyak khususnya di bidang kesehatan, maka diperlukan keterlibatan aktif dari stakeholder.

“Pendapat dan concern mereka perlu didengarkan dan dipertimbangkan. Komunikasi ini tidak boleh parsial, artinya hanya menggandeng pihak yang se-bendera. Prinsip imparsialitas dan objektivitas harus dijunjung agar UU ini menghasilkan nilai positif, objektif dan berkeadilan.” kata Iqbal Mochtar.***

Editor: Lucky M. Lukman

Sumber: IDI

Tags

Terkini

Terpopuler