Masyarakat Sulit Mengubah Kebiasaan Makan Nasi ke Pangan Alternatif

31 Agustus 2020, 18:41 WIB
Ilustrasi nasi. /



GALAMEDIA - Kepala Seksi (Kasi) Penganekaragaman, Konsumsi, dan Keamanan Pangan pada Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Cimahi, Dien Andriani mengakui sulit merubah kebiasaan masyarakat dari mengkonsumsi nasi ke pangan alternatif. Untuk itu pihaknya akan terus melakukan terus sosialisasi.

"Tidak gampang merubah kebiasaan yang sudah diyakini selama ini. Biasanya orang bilang belum makan, kalau belum makan nasi. Padahal sudah makan berbagai macam makanan. Nah kita akan coba terus sosialisasikan pangan alternatif ini," beber Ajay.

Ia menyebutkan, banyak bahan pangan alternatif selain beras yang bisa dikonsumsi masyarakat. Seperti singkong, kentang, talas, ganyong, hanjeli, gandum dan jagung yang memiliki kandungan karbohidrat tidak jauh beda dengan beras.

Baca Juga: 8 Bioskop di Bandung Ajukan Permohonan Untuk Kembali Beroperasi  

"Kalau di Kota Cimahi adanya singkong dan ganyong. Itu juga ganyong udah susah di Cimahi. Singkong seperti di Kampung Adat Cireunde jadi rasi ubi kayu. Jadi sumber karbohidrat tidak hanya nasi, makanan-makanan seperti umbi-umbian juga karbohidrat yang bisa mengenyangkan perut. Jenis karbohidrat lain ini juga memiliki asupan gizi yang cukup bagi kebutuhan tubuh manusia," terangnya.

Menurutnya, perlu merubah kebiasaan masyarakat dari makanan pokok nasi menjadi pangan alternatif.

"Mindset ini yang harus diubah, agar lauk pauk juga dibiasakan untuk dimakan dengan makanan jenis karbohidrat selain nasi. Jangan malah hanya sekedar menjadi cemilan saja, karena kalori yang dihasilkan juga tidak berbeda dengan nasi," katanya.

Baca Juga: Pulau di Buton Dijual Warga, Menteri KKP: Boleh Saja

Untuk itu pihaknya akan terus mensosialisasikan tentang pentingnya konsumsi pangan alternatif selain nasi. Pihaknya akan menggandeng kelompok wanita tani (KWT) untuk melakukan sosialisasi ini.

"Masyarakat belum bisa merubah kebiasaaan. Makanya kita tetap sosialisasi atau penyuluhan tentang pangan alternatif. Kan ada kelompok wanita tani, kita akan kerjasama dengan mereka," ujar Dien.

Diakui Dien jika di masa pandemi Covid-19 ini bahan baku pangan alternatif ini agak sulit, dan harganya pun lebih mahal daripada beras. "Harganya mahal dan tidak semua orang mengkonsumsinya," ucap Dien.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Sumedang Hingga Kini Masih Fluktuatif

Masyarakat Kota Cimahi juga diminta mengkonsumsi makanan yang Beragam Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA). Khususnya ibu rumah tangga (IRT), diharapkan dapat menyajikan makanan B2SA untuk keluarganya.

"Kita akan terus galakkan program B2SA ini untuk meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan. Serta mengubah pola konsumsi pangan masyarakat tentang konsumsi pangan B2SA," ungkap Dien.

Dijelaskannya, implementasi konsumsi pangan yang memenuhi prinsip B2SA dalam keluarga dilakukan melalui pemilihan bahan pangan dan penyusunan menu. Kualitas konsumsi dipengaruhi oleh keragaman jenis pangan yang dikonsumsi.

Baca Juga: Cara Menghemat Kuota Internet, Ini Tipsnya

"Pengetahuan akan pentingnya konsumsi pangan B2SA tersebut perlu disosialisasikan sampai pada tingkat terkecil dalam kelompok masyarakat, yaitu keluarga. Didalam suatu keluarga, ibu yang berperan sebagai penentu dan penyedia menu keluarga, dan memegang peranan penting terhadap kualitas konsumsi pangan setiap individu dalam keluarganya," terangnya.

Kenyataan sampai saat ini, kata Dien, pola konsumsi pangan masyarakat masih menunjukan kecenderungan kurang beragam dari jenis pangan dan keseimbangan gizinya.

"Pola konsumsi pangan B2SA ini berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan. Disamping juga untuk efisiensi guna mencegah pemborosan dalam pengeluaran biaya rumah tangga sehari-hari," tuturnya.***

 

Editor: Dadang Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler