Heboh Tsunami Setinggi 20 Meter, BMKG Kembali Bicara Soal Korban Jiwa dan Potensi Kerusakan

29 September 2020, 19:05 WIB
Ilustrasi tsunami. /Pixabay/kellepic

GALAMEDIA - Hasil riset tentang potensi gempa dan gelombang tsunami setinggi 20 meter menjadi perhatian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

BMKG kembali bicara soal upaya pencegahan dan meminimalkan korban jiwa serta kerusakan akibat bencana mega dashyat itu.

Langkah yang diambil, BMKG mendorong penelitian dan pengkajian mengenai bencana tersebut.

"Kajian perlu selalu didorong dengan tujuan bukan untuk menimbulkan kecemasan dan kepanikan masyarakat, namun untuk mendukung penguatan sistem mitigasi bencana," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, Selasa, 29 September 2020.

Baca Juga: Akurat Menurut Sains, Makhluk Ini Beri Tanda Datangnya Gempa dan Tsunami

Dwikorita mengungkapkan, peneliti sejak beberapa tahun lalu memang sudah membuat kajian mengenai potensi tsunami.

Termasuk potensi tsunami akibat gempa bumi megathrust di Pantai Selatan Jawa yang tingginya dapat mencapai 20 meter dan gelombangnya bisa tiba di pantai dalam waktu 20 menit.

Penelitian mengenai tsunami seperti yang telah dilakukan oleh Widjo Kongko (2018), Ron Harris (2017-2019), dan tim lintas lembaga yang dipimpin oleh ITB dan didukung oleh BMKG diperlukan untuk menguatkan sistem mitigasi gempa dan peringatan dini tsunami.

Ia menegaskan, penguatan sistem mitigasi gempa dan peringatan dini tsunami sangat penting. Pasalnya, potensi gempa dan tsunami di Indonesia tidak hanya meliputi wilayah tertentu seperti pantai selatan Jawa saja.

Baca Juga: Positif Covid di Indonesia Jadi 282.724 Orang, Kampanye Pilkada Masih Mengundang Kerumunan

Menurut Dwikorita, wilayah Indonesia rawan mengalami gempa dan tsunami dengan tinggi gelombang bervariasi.

Hal itu berpotensi terjadi di kawasan pantai yang menghadap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan pantai yang berdekatan dengan patahan aktif yang berada di laut (busur belakang) ataupun membentang sampai ke laut.

Menurut penelitian terkini ITB berdasarkan analisis data-data kegempaan dan pemodelan tsunami, diungkapkan mengenai kenario terburuk.

Asumsinya terjadi gempa secara bersamaan di dua segmen megathrust yang ada di selatan Jawa bagian barat dan bagian timur.

Baca Juga: 11 Narapidana Penghuni Lapas Garut Positif Covid-19

Kemudian tsunami dengan tinggi gelombang maksimum 20 meter bisa terjadi di salah satu area di selatan Banten dan mencapai pantai dalam waktu 20 menit sejak terjadinya gempa.

Mekanisme kejadian tsunami tersebut didasarkan pada pemodelan serupa dengan kejadian tsunami Aceh pada 2004, tsunami akibat gempa bumi dengan magnitudo 9,1 yang mencapai pantai dalam waktu kurang dari 20 menit.

Berdasarkan pemodelan itu, lahan di pantai yang berada pada ketinggian lebih dari 20 meter relatif lebih aman dari ancaman bahaya tsunami.

Hasil pemodelan tersebut bisa menjadi acuan dalam penyiapan jalur dan tempat evakuasi serta penataan lahan di daerah rawan tsunami.

Baca Juga: Karier Militer Cemerlang, Ini Harta Kekayaan Gatot Nurmantyo

Dilansir Antara, Dwikorita mengatakan, sejak 2008 BMKG telah membangun sistem peringatan dini untuk memantau kejadian gempa serta menyampaikan peringatan dini tsunami.

Dalam waktu tiga sampai lima menit setelah kejadian gempa, Sistem Monitoring dan Peringatan Dini yang dioperasikan dengan Internet of Things (IoT) akan mengeluarkan peringatan.

Hal itu juga diperkuat oleh super komputer dan kecerdasan buatan yang secara otomatis dapat menyebarluaskan informasi peringatan dini tsunami ke masyarakat di daerah rawan gempa dan tsunami melalui berbagai saluran informasi.

Dengan penggunaan sistem peringatan dini tsunami tersebut, masih tersisa waktu 15 sampai 17 menit untuk proses evakuasi apabila tsunami diperkirakan datang dalam waktu 20 menit.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler