Ini Ternyata Sosok Jenderal Kesayangan Bung Karno yang Dibunuh PKI dalam Peristiwa G 30 S PKI

30 September 2020, 18:57 WIB
7 Pahlawan Revolusi Dibunuh Akibat Insiden G30S PKI. /RRI/

 

GALAMEDIA - Dalam peristiwa Gerakan 30 September/PKI atau G30S/PKI pada tahun 1965, Tujuh orang perwira TNI dibunuh secara keji, salah satunya Jenderal Ahmad Yani.

Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani jadi salah satu pahlawan revolusi dan nasional Indonesia. Ia juga menjadi sosok yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno, bahkan bisa dibilang kesayangan.

Pada masa itu, hanya sosok Yani yang bisa menentang kebijakan Sukarno mengenai PKI secara lebih halus dan dapat diterima. Sebagai orang Jawa, Yani memperlakukan Soekarno sebagai seorang "bapak".

Baca Juga: Penggeledahan yang Dilakukan Densus 88 Kagetkan Warga Ngawu

Hal tersebut yang membuat Yani lebih mudah masuk menjadi bagian dari lingkungan Istana Sukarno.

Lantas siapa sosok Jenderal Ahmad Yani?

Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo. Ayahnya bernama Sarjo bin Suharyo dan ibunya, Murtini.

Baca Juga: Singgung Pilkada, Ini Tanggapan Bobotoh Soal Penundaan Kick Off LIga 1

Pada 1927, mereka merantau ke Bogor karena sang ayah bekerja untuk seorang jenderal Belanda. Pada masa kecilnya ia mengawali sekolah di HIS (setingkat SD) di Bogor dan selesai pada 1935.

Ia melanjutkan sekolah ke MULO di Bogor dan lulus pada 1938. Selanjutnya masuk ke AMS di Jakarta.

Di AMS, Yani hanya bersekolah hingga kelas dua. Pada masa itu, di sana Yani harus mengikuti program wajib militer yang dicanangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Baca Juga: Singgung Pilkada, Ini Tanggapan Bobotoh Soal Penundaan Kick Off LIga 1

Pada akhirnya, ia mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan dilanjutkan di Bogor.

Selain itu, Ahmad Yani juga terkenal dengan banyak prestasi selama dirinya berkarier di dunia militer. Berikut beberapa Prestasi Ahmad Yani selama berkarier, diantaranya menjadi salah satu pasukan yang berhasil menyita senjata Jepang di Magelang.

Pada saat Agresi Militer I, Achamd Yani diangkat sebagai Komando TKR Purworejo dan pasukannya berhasil menahan Belanda di daerah Pingit dan saat Agresi Militer II, Yani dipercaya sebagai Komandan Wehrkreise II meliputi daerah pertahanan Kedu.

Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 9,0 Berpotensi Terjadi di Selatan Jawa?

Pada saat Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Ahmad Yani bertugas di Tegal, Jawa Tengah, dengan jabatan Letnan Jenderal. Dirinya mendapatkan mandat, untuk membentuk pasukan khusus yang diberi nama Benteng Raiders. Pasukan tersebut bertugas untuk menghentikan pasukan DI/TII.

Berkat kecerdasan dan keberaniannya, Ahmad Yani dibiayai Angkatan Darat untuk memperdalam ilmu militer di Command and College Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan. Setelah itu, Yani juga mengikuti pendidikan selama dua bulan di Special Warfare Course di Inggris.

Dilansir rri.co.id dari Historia, Yani juga memiliki reputasi yang sangat baik di mata Istana. Saat pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner) terjadi di Sumatera Barat, Ahmad Yani yang saat itu berpangkat Kolonel berhasil mengamankan pemberontahan PRRI.

Baca Juga: Yuk Kepoin Resep dan Cara Masak Pizza Roti Tawar, Kudapan Enak Ala Rumahan Favorit Keluarga

Kemudian dirinya menjabat kepala Staf Komando Operasi Tertinggi (KOTI) yang berada di bawah komando presiden. Dalam waktu empat tahun sejak memimpin Operasi 17 Agustus di Padang, nama Yani terus melesat.

Sebagai perwira profesional, Yani memperoleh kepercayaan untuk dilantik oleh Presiden Sukarno sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 23 Juni 1962.

Dalam buku 99 Tokoh Muslim Indonesia (2009) oleh Salman Iskandar, Jenderal Ahmad Yani terkenal sebagai seorang tentara yang berseberangan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Baca Juga: Kota Bandung Masih Juara di Wilayah Bandung Raya, Catat 1.300 Kasus Positif Covid-19

Saat menjadi Menteri atau Panglima Angkatan Darat pada 1962, dirinya menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.

Pada 1 Oktober, Ahmad Yani menjadi salah satu korban penculikan G30S, saat akan dijemput, Achamd Yani menolak untuk ikut serta. Karena melakukan perlawanan, Ahamd Yani mendapat serangan tembak hingga terbunuh di depan kamar tidurnya.

Setelah tewas, jenazah Ahmad Yani dibawa ke Lubang Buaya dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua bersama enam korban lainnya.

Baca Juga: Yuk, Kenali Beras Kencur Agar Tahu Manfaatnya

Pada 4 Oktober 1965, jenazah ditemukan dan dimakamkan dengan layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Oleh negara, Jenderal Anumerta Ahmad Yani dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Revolusi berdasarkan SK Presiden Nomor III/KOTI/1965.***

Sumber: rri.co.id

 

Editor: Dadang Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler