NGERI, Bersandi Toledo Rusia Kembangkan Senjata Biologis Dahsyat Berbahan Virus Mematikan

- 29 Desember 2020, 13:46 WIB
Ilustrasi bendera Rusia dan vaksin Covid-19
Ilustrasi bendera Rusia dan vaksin Covid-19 /PIXABAY/fotiniya

GALAMEDIA - Para pakar dilaporkan  dibuat khawatir terkait proyek terbaru Rusia yang saat ini tengah dilakukan dengan sandi Toledo.

Dikutip Galamedia dari DailyMail, Selasa (29 Desember 2020) kekhawatiran dipicu kemungkinan Rusia mempersenjatai kekuatan militer mereka dengan virus Ebola yang mematikan sebagai bagian dari proyek senjata biologis yang dahsyat.

Unit 68240 agen mata-mata FSB Moskow yang disebut terlibat  dalam Salisbury Novichok, serangan racun kimia yang menimpa mantan agen rahasia Rusia di Inggris, diduga berada di balik program bersandi Toledo.

Baca Juga: Kapolda Jabar Klaim Tindak Pidana Di Wilayah Hukumnya Menurun Sepanjang Tahun 2020

Unit tersebut diyakini tengah meneliti Ebola dan virus Marburg yang bahkan lebih mematikan. Virus dimaksud selain menghancurkan juga dapat menyebabkan kegagalan organ dan pendarahan internal parah.

Seorang mantan orang dalam intelijen militer Inggris khawatir Moskow tak hanya meneliti virus tapi juga mempelajari bagaimana menjadikannya bagiabn dari senjata biologis melalui program Toledo.

Toledo adalah nama kota di Spanyol yang dilanda wabah penyakit. Kota lain di Ohio yang bernama sama juga dikenal setelah dilanda wabah flu besar pada tahun 1918.

Baca Juga: Sepanjang 2020, Polda Jabar Pecat 10 Anggota Menurun dari Tahun Sebelumnya yang Mencapai 16 Orang

Penyelidik dari organisasi nirlaba OpenFacto mengatakan mereka menemukan fakta bahwa Kementerian Pertahanan Rusia memiliki unit rahasia bernama 48th Central Research Institute (Institut Penelitian Pusat ke-48) dengan fokus mempelajari patogen langka dan mematikan.

Institut Riset Pusat ke-48 Moskow terhubung dengan Institut Riset Pusat ke-33 yang membantu mengembangkan agen saraf mematikan Novichok.

Novichok digunakan untuk meracuni mantan mata-mata Rusia Sergei Skripal dan putrinya Yulia di Salisbury Inggris pada 2018.

Baca Juga: Sepanjang 2020, Polda Jabar Pecat 10 Anggota Menurun dari Tahun Sebelumnya yang Mencapai 16 Orang

Amerika sebelumnya menjatuhi  kedua lembaga tersebut sanksi menyusul  kemungkinan mereka melakukan penelitian untuk senjata biologis.

Institusi ke-48 dilaporkan memasok data untuk FSB unit 68240 yang merupakan ujung tombak program Toledo.

Sumber The Mirror mengatakan, “Baik Rusia maupun  Inggris memiliki laboratorium yang mempelajari  senjata biologi dan kimia untuk mempelajari cara bertahan melawan senjata seperti Novichok.”

Tetapi dia menekankan Rusia menunjukkan mereka secara terbuka  menggunakan senjata yang menghancurkan seperti itu di jalanan Inggris, termasuk Novichok.

Sumber yang sama menambahkan, “Itu artinya Rusia berpotensi meningkatkan penelitian tentang Ebola serta Marburg dan melihat fatalitas kematiannya sebagai senjata."

Baca Juga: Asik, Pencairan Bansos Tahun 2021 Akan Langsung Diantar ke Rumah Penerima

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan Marburg sebagai 'virus sangat mematikan' dengan tingkat kematian 88 persen. Virus tersebut  “bertanggung jawab” atas dua wabah besar di Marburg dan Frankfurt Jerman serta di Beograd, Serbia pada tahun 1967.

Virus Marburg diyakini berasal dari monyet hijau Afrika yang dibawa dari Uganda untuk penelitian laboratorium.

Sejak itu wabah pecah di sejumlah negara termasuk Angola, Republik Demokratik Kongo, Kenya dan Afrika Selatan.

Sementara itu, Ebola memiliki tingkat kematian 50 persen dan dapat menyebabkan perdarahan hebat baik dari dalam maupun pada  mata, telinga dan mulut. Wabah Ebola antara 2014 - 2016 menyebabkan lebih dari 11.000 kematian.

Baca Juga: Proyek APBDP Disdik Sumedang jadi Sorotan Publik

Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Inggris, Ben  Wallace mengungkap Rusia mampu membunuh ribuan orang dengan serangan senjata kimia kedua di jalan-jalan Inggris.

Ben Wallace mengakui sikap Rusia 'tidak lagi sesuai dengan norma yang dulu disepakati' menyusul serentetan aktivitas di perairan Inggris dalam beberapa pekan terakhir, lapor Daily Telegraph.

Dia menekankan meskipun Inggris berharap dapat menjalin hubungan dengan Rusia, ketegangan meningkat setelah pemerintah Rusia menggunakan agen saraf yang digunakan kala menyasar musuh politik di jalanan Inggris dua tahun lalu.

Baca Juga: Sudah Kronis, Pemerintah Cari Solusi yang Tepat Atasi Kemacetan di Kawasan Puncak

Serangan dimaksud menimpa mantan mata-mata Rusia, Skripal (69) dan putrinya Yulia yang diracuni dengan Novichok pada Maret 2018.

Keduanya selamat, meskipun Skripal yang dipenjara di Rusia pada tahun 2006 karena ‘menjual rahasia’ pada  agen mata-mata Inggris MI6, membutuhkan trakeotomi dan hingga sekarang harus bernapas melalui selang khusus.

Serangan kemudian merenggut nyawa ibu tiga anak, Dawn Sturgess, yang diduga melakukan kontak dengan agen saraf Novichok setelah menyentuh botol parfum di taman umum.

Berbicara pada kunjungan ke Kamp Tapa di Estonia, Wallace menagatakan, "Jenis zat saraf  yang dikirim secara berbeda itu dapat membunuh ribuan orang."

Baca Juga: Serangan Bom Guncang Bandara LaGuardia New York City, 11 Orang Tewas pada 29 Desember 1975

Keluarga Sturgess sendiri mengambil tindakan hukum terhadap Rusia. Kematian Stirgess terjadi empat bulan setelah serangan Salisbury.

Laporan Mirror, pengacara keluarga korban mengajukan tuntutan dilakukan   berdasarkan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia melalui  Pengadilan Tinggi di London.

Tindakan terhadap Federasi Rusia, Kementerian Pertahanan dan Dinas Intelijen Militer Rusia itu, memberi mereka hak untuk menuntut di masa depan.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: dailymail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x