Pakar Komunikasi Kesehatan, di Masa Pandemi Hoaks Kesehatan Paling Masif Ditemukan di WhatsApp

- 16 Mei 2021, 11:20 WIB
Dr. Jenny Ratna Suminar, M.Si./ Humas Unpad
Dr. Jenny Ratna Suminar, M.Si./ Humas Unpad /

GALAMEDIA - Meski sempat ditinggalkan oleh penggunanya beberapa waktu lalu, namun aplikasi percakapan singkat, WhatsApp merupakan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Akan tetapi, di balik popularitasnya, WhatsApp menjadi aplikasi dengan tingkat penyebaran hoaks paling masif di Indonesia.

Salah satu sebaran informasi hoaks paling tinggi di WhatsApp adalah informasi mengenai kesehatan. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang, informasi kesehatan menjadi hal krusial yang ingin diketahui banyak orang. Jika tidak disaring, pengguna akan rentan mendapat informasi bohong atau hoaks.

Baca Juga: Memahami Makna Asmaul Husna: Al Hadi, Al Badi, Al Baqi, Semoga Selalu Ditunjukkan pada Jalan yang Benar

Fenomena penyebaran informasi hoaks seputar kesehatan menjadi kajian bagi dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Dr. Jenny Ratna Suminar, M.Si. Bersama dosen Fikom Unpad lainnya, Dr. Purwanti Hadisiwi, M.Ext.Ed..

Jenny mengkaji mengenai peran penangkis hoaks (hoax buster) dalam membendung informasi kesehatan yang beredar di grup WhatsApp.

“(Penelitian) saya berangkat dari fenomena kehidupan keseharian banyak orang. WhatsApp paling masif penggunaannya, sehingga peredaran informasi termasuk komunikasi kesehatan kenyataannya itulah yang terbanyak,” ungkap Jenny seperti dikutip Galamedia dari laman unpad.ac.id, Minggi 16 Mei 2021.

Dari penelusuran yang dilakukan ke sejumlah orang, Jenny berpendapat, hampir semua pengguna WhatsApp memiliki grup-grup percakapan. Bahkan, ada orang yang mempunya minimal 10 grup di akun WhatsAppnya. Hal ini akan mendorong pusaran informasi mengenai kesehatan masif terjadi.

Baca Juga: Bungkam Media, Israel Luluh Lantakkan Kantor Berita AP dan Al Jazeera di Gaza

Menurut Jenny, hoaks kesehatan sangat mudah dipercayai oleh pengguna media sosial. Apalagi oleh kelompok usia 40 tahun ke atas. Jenny menganalogikan kelompok usia ini dengan istilah kelompok baby boomers atau digital immigrant di media sosial.

Halaman:

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x