Pemprov Jabar dan Danone Indonesia Kejar Target Penurunan Stunting 14% Tahun 2024

- 13 Juli 2021, 21:52 WIB
Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto.
Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto. /Tangkapan Layar /

"Di antaranya kita sudah memiliki Pergub 107 tahun 2020 tentang penurunan stunting di Daerah Provinsi Jawa Barat selain itu ada juga kesepakatan bersama Pemprov Jabar dengan beberapa perusahan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup di Jawa Barat melalui pencegahan stunting dan malnutrisi," tambahnya.

Sedangkan Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto mengatakan untuk mencapai target penurunan stunting tersebut tidak bisa sendiri, namun dibutuhkan kolaborasi multipihak.

Yang paling penting kata Vera adalah edukasi, karena kita butuh edukasi untuk merubah mindset, pola pikir dan juga gaya hidup masyarakat Indonesia.

"Melalui kampanye ‘Bersama Cegah Stunting’, kami mengintegrasikan berbagai program intervensi gizi spesifik dan sensitif pencegahan stunting Danone Indonesia untuk dapat diimplementasikan secara bersamaan,” jelas Vera Galuh Sugijanto.

Vera melanjutkan, sejak 2019, Danone Indonesia bersama Pemprov Jabar telah melakukan kolaborasi dalam upaya penanganan stunting pada 14 kab/kota prioritas di provinsi Jawa Barat.

Baca Juga: Aksi Marah-marah Mensos Risma Berujung Protes, 'Papua Bukan Tempat ASN Tak Becus!'

"Upaya tersebut mencakup pemberdayaan kapasitas tenaga kesehatan dan kader posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit dalam hal edukasi pencegahan stunting, pendataan, monitoring, skrining gizi hingga evaluasi.” tambah Vera.

Prof. DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A (K), Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik RSCM menyamakan persepsi dulu tentang definisi stunting.

Menurut WHO 2020, kondisi stunting adalah ketika panjang atau tinggi badan anak berada dibawah 2 simpang baku yang diklasifikasikan sebagai stunted dalam grafik WHO 2006, yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronik.

"Kekurangan gizi kronik dapat merupakan akibat asupan nutrisi yang tidak memadai; misalnya karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan, dan peningkatan kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi akibat sering sakit misalnya diare kronik akibat sanitasi buruk, ISPA berulang akibat tidak diimunisasi, atau kondisi/penyakit tertentu yang memerlukan diet khusus misalnya bayi yang sangat prematur, alergi makanan, kelainan metabolisme bawaan, penyakit jantung bawaan, dan lainnya,” jelasnya. ***

Halaman:

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah