Kasus Covid-19 Melonjak 2 Kali Lipat di Masa PPKM Darurat, Satgas Covid-19: Pengetatan Tak Bisa Terus Menerus

- 20 Juli 2021, 19:17 WIB
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito. /covid19.go.id


GALAMEDIA - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berjalan selama dua pekan mampu menurunkan bed occipancy ratio (BOR) di Jawa Bali.

Kendati begitu, kasus penularan Covid-19 justru mengalami lonjakan signifikan.

Hal itu merupakan hasil evaluasi Satuan Tugas (Satgas) Pananganan Covid-19.

"Pengetatan yang sudah berjalan dua minggu ini, sudah terlihat hasilnya, seperti menurunnya BOR di provinsi di Pulau Jawa-Bali, serta mobilitas penduduk yang menunjukkan penurunan," kata Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 20 Juli 2021.

Namun ia mengungkapkan, di masa PPKM Darurat terjadi peningkatan kasus baru hingga dua kali lipat. Persentase jumlah kasus aktif saat ini sebesar 18,65%.

Baca Juga: Cakupan vaksinasi Covid-19 di Kota Cimahi Masih Rendah, Ngatiyana: Alhamdulillah Sekarang Sudah Antusias

"Namun, penambahan kasus masih menjadi kendala yang kita hadapi. Hingga saat ini, kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif 542.938 atau 18,65%," ujar Wiku.

Wiku menjelaskan bahwa kenaikan kasus saat ini dampak varian virus Corona. Khususnya varian Delta yang mencapai 661 kasus di Jawa dan Bali.

"Tentu kenaikan ini tidak terlepas dari fakta bahwa variant of concern atau berbagai varian COVID-19 saat ini telah masuk ke Indonesia. Khususnya varian Delta yang telah mencapai 661 kasus di Pulau Jawa-Bali," ucapnya.

Ia pun mengungkapkan kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan terutama di DKI Jakarta masih rendah, salah satu aspek yaitu jaga jarak.

Dari data monitoring Satgas COVID-19, setengah jumlah kelurahan yang ada di DKI Jakarta tidak patuh dalam jaga jarak.

Baca Juga: Cemas PPKM Darurat Diperpanjang, Pengusaha: Sudah Tentu Semakin Sekarat

"Kepatuhan jaga jarak, DKI jadi provinsi dengan kelurahan yang paling banyak 48,26%, atau hampir setengah kelurahan di DKI masyarakatnya tidak patuh dalam jaga jarak," tuturnya.

Mengacu pada hal tersebut, imbuhnya, pengawasan dan tindak tegas pelanggaran protokol kesehatan wajib direncanakan dengan matang sebelum pemerintah memberlakukan relaksasi.

Ia pun menyatakan, ke depannya Indonesia harus memberlakukan relaksasi kembali. Menurutnya, pengetatan tidak bisa dilakukan terus menerus mengingat masyarakat sudah terdampak secara ekonomi.

Namun, diakuinya, keputusan merelaksasi kegiatan perlu diambil pada waktu yang tepat dan diputuskan dengan matang.

"Sebelum relaksasi dilakukan, yaitu yang pertama komitmen seluruh unsur, komitmen Pemerintah Daerah, TNI-Polri, Puskesmas hingga ketua RT RW untuk menjalankan penanganan dengan baik. Ini penting sebagai modal kita laksanakan relaksasi yang aman dan efektif," tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x