Vaksin Nusantara Harus Diapresiasi, dr Tirta Beri Bocoran Perkembangan Terbaru

- 9 September 2021, 14:05 WIB
Ilustrasi - Vaksin Nusantara masih dalam proses uji klinis.
Ilustrasi - Vaksin Nusantara masih dalam proses uji klinis. /Pixabay/geralt

GALAMEDIA - Tirta Mandira Hudhi alias dr Tirta mengaku sebelumnya pernah menetang Vaksin Nusantara. Namun kini ia menyerukan agar masyarakat bisa memberikan apresiasinya terhadap vaksin yang digagas dr Terawan Agus Putranto.

"Penemuan terkait Covid-19 di Indonesia sudah banyak. Vaksin Nusantara harus kita apresiasi," ujarnya pada tayangan video YouTube berjudul 'PERKEMBANGAN C0V1D KIAN MEMBAIK ???' dikutip, Kamis, 9 September 2021.

Ia pun mengungkapkan perkembangan terbaru dari Vaksin Nusantara tersebut. Ia mengungkapkan saat ini sudah uji klinis di sebuah rumah sakit.

Seperti diketahui, Vaksin Nusantara ini sudah menuntaskan uji klinis fase II. Langkah ini pun harus dilanjutkan pada uji klinis fase III atau fase terakhir.

Baca Juga: Begini Ikhtiar Kota Bandung Mencegah Klaster Sekolah, Yana: Kami Lakukan Secara Hati-hati

"Kita tunggu aja hasilnya seperti apa," katanya.

Ia pun mengakui sebelumnya sempat keras terhadap Vaksin Nusantara. Karena saat itu ia menduga produk tersebut hanya overclaim (menyatakan sebuah statement, tanpa dapat mempertanggung jawabkan hasilnya).

"Vaksin Nusantara overclaim, overclaim, overclaim. Ternyata ada penelitian," ujarnya.

"Saya mendukung. Selama ada penelitiannya, saya mendukung," katanya.

Dalam kesempatan berbincang-bincang dengan Deddy Corbuzier, dr Tirta menilai sejumlah tenaga ahli kedokteran terkesan terkotak-kotak. Ia mencontohkan, dr Terawan Agus Putranto, Siti Fadilah Supari, dan drh Indra Cahyo.

"Saya harap ada diskusi tertutup, dr Terawan sama Bu Siti Fadilah bisa berbicara dengan dokter ahli lainnya. Ini keren. Kan semua ini untuk kebaikan Indonesia, kenapa tidak," ujarnya.

Terkait Vaksin Nusantara, ada 9 fakta menarik yang bisa diambil saat ini. Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes RI mengungkapkan fakta-fakta tersebut.

1. Vaksin Nusantara tidak dapat diakses secara bebas oleh masyarakat. Vaksin ini bersifat autologus sehingga tidak dapat dikomersilkan.

Baca Juga: Sandiaga Pakai Jaket Lokal di Eropa, Netizen Sindir Jokowi: Masa Minta Diperhatiin, Malah Diamankan Polisi

2. Bersifat individual. Materi yang digunakan untuk vaksin berasal dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri.

3. Vaksin Nusantara dibentuk dari sel dendritik, dimana sel ini merupakan sel kekebalan yang bersifat adaptif yang bisa menyesuaikan dengan banyak jenis virus yang memasuki tubuh.

4. Meskipun tidak dikomersilkan, masyarakat masih dapat mengakses vaksin Nusantara meskipun tidak semua orang dapat mengaksesnya. Akses ini diberikan dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.

5. Penelitian mengenai vaksin menggunakan autologus ini dilakukan berdasarkan nota kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan TNI AD.

Baca Juga: Diminta Dirikan Parpol, PA 212 Malah Sebut PDIP Sarang Koruptor: Partai Mending Dibubarkan

6. Kesepatakan ini dibuat pada bulan April 2021 lalu dengan basis riset bertajuk “‘Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2”.

7. Penelitian terbatas mengenai vaksin Nusantara tidak memaksa masyarakat untuk ikut. Masyarakat yang menginginkan mendapat vaksin Nusantara secara pribadi akan dijelaskan mengenai manfaat dan efek sampingnya terlebih dahulu.

8. Nadia menjelaskan vaksin Nusantara akan diberikan hanya jika pasien atau calon penerima setuju. “Kemudian, jika pasien tersebut setuju, maka vaksin Nusantara baru dapat diberikan atas persetujuan pasien tersebut,” ujarnya.

9. Karena individual dan tidak bisa dikomersialkan, tidak benar bahwa Turki telah memesan Vaksin Nusantara sebanyak 5 juta dosis.

Sebelumnya Ahli virologi Prof Chairul Anwar Nidom menyebutkan di dunia ini hanya ada dua negara yang mengembangkan dedritik sel untuk mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19).

"Di dunia ini hanya ada negara yang mengembangkan dendritic sel, yakni China dan Indonesia," ujar Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga ini dalam tayangan video YouTube kanal nashproject berjudul 'VAKSIN NUSANTARA VS VAKSIN MERAH PUTIH, LEBIH UNGGUL MANA?', dikutip Kamis, 2 September 2021.

Dikatakan, penelitian China dan Indonesia berlangsung bersamaan. Di Indonesia, teknologi tersebut dinamakan Vaksin Nusantara dan di China Vaksin Sensen.

Namun kini China lebih unggul dalam pengembangan vaksin tersebut. Karena Vaksin Nusantara terhambat permasalahan nonteknis.

Baca Juga: BPOM dan Kemenkes Kompak Ingin Bunuh Vaksin Nusantara, Pakar Klaim Asuransi: Saya Sangat Sangat Terkejut

"Ya di kita ini sempat ramai sehingga pengembangannya sedikit terhambat. Sehingga China lebih unggul dari waktu uji klinis," ungkapnya.

Meski begitu, ia berharap pengembangan Vaksin Nusantara tersebut bisa menyalip kembali produk asal China. Sehingga Vaksin Nusantara ini bisa segera dirilis hingga disebarkan kepada masyarakat.

Dari sisi bisnis, lanjut dia, Vaksin Nusantara bakal lebih menjanjikan dari vaksin konvesional karena pesaingannya sangat terbatas, yakni hanya China.

Sedangkan vaksin konvensional kini sudah tersedia dalam berbagai produk sehingga persaingannya bisa lebih ketat.

Ia pun menyinggung soal Vaksin Merah Putih. Menurutnya, vaksin dalam negeri ini pun tak jauh dari vaksin lainnya, khususnya AstraZeneca.

"Platform Merah Putih ini kan copy paste dari vaksin yang sudah ada, sehingga petarungnya pasti banyak. Ini berbeda dengan Vaksin Nusantara, yang pesaingnya hanya China," ujarnya.

Ia pun mengatakan pengembangan vaksin berbasis sel dendritik pun sudah direstui oleh organisasi kesehatan dunia alias WHO (World Health Organization).

Baca Juga: Vaksin Nusantara Tak Bisa Dikomersialkan, Siti Fadilah Supari: Menkes Salah Paham

"Dua-duanya (Vaksin Nusantara dan Vaksin Sensen) sudah direstui oleh WHO," tandasnya.

Terkait kisruh di dalam negeri, ia menyatakan, sebuah inovasi pasti bisa menimbulkan kekagetan karena menghadapi hal yang baru.

"Pemerintah harusnya bijak, memberikan peneliti dalam negeri untuk berinovasi. Itu bisa menyiutkan kita para peneliti, buat apa melakukan inovasi kalau harus berhadapan dengan aspek nonteknis," ujarnya.***

 

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah