GALAMEDIA – Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun menanggapi seruan yang disampaikan Habib Rizieq Shihab (HRS).
Adapun seruan HRS adalah untuk memboikot Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran dan Pangdam Jaya Letjen Dudung Abdurachman.
Dalam poster yang beredar, HRS meminta agar mereka berdua tidak diikutsertakan dalam segala bentuk kegiatan.
Seruan ini muncul karena menurut HRS, Fadil maupun Dudung terlibat dalam kasus KM 50 yang menewaskan enam laskar Front Pembela Islam (FPI).
Dalam tanggapannya, Refly mengurai apa maksud HRS menyerukan boikot tersebut.
Kata Refly, saat konferensi pers usai peristiwa terjadi 11 bulan lalu, Fadil dan Dudung memang ikut datang.
Advokat satu ini mengaku menyayangkan karena TNI sampai bisa masuk urusan sipil. Padahal seharusnya, cukup pihak kepolisian saja yang hadir dan menjelaskan duduk masalah.
Baca Juga: PKS Beberkan Tantangan yang Harus Dihadapi Andika Perkasa: Mari Kita Lihat 100 Hari Pertama Kerjanya
“Dalam kapasitas apa dia hadir, apalagi lengkap dengan pakaian dinas, seperti suasana perang saja. Seperti menghadapi kelompok bersenjata. Apalagi dia juga menyebut ketika berbicara bahwa dia panglimanya DKI,” ujarnya melalui kanal Youtube Refly Harun, Selasa, 9 November 2021.
Menurut Refly, pernyataan Dudung terkait ini perlu diluruskan. Lantaran, dia harus bisa membedakan mana wilayah sipil dan wilayah militer.
Sebab, wilayah kedaulatannya hanya dalam konteks keamanan. Sedangkan untuk urusan sipil, panglimanya tetap ada di tangan Gubernur DKI Anies Baswedan.
Sehingga kehadirannya tak bisa dibenarkan.
“Jadi kehadirannya tak dibenarkan. Apa urusannya Panglima Kodam hadir di konferensi pers itu, menurut saya berlebihan,” jelas Refly.
Baca Juga: Pengamat: Ada 5 Calon Pengganti Andika Perkasa Sebagai KSAD, Dudung Abdurachman Favorit Netizen
Lebih jauh, Refly mengingatkan mengenai tugas serta fungsi TNI.
“TNI bukan itu fungsinya, mereka harusnya menjaga intergritas keutuhan wilayah, jangan memecah, mereka harus mengayomi, dan tidak ikut-ikutan masuk ke wilayah sipil.”
“Apalagi misalnya sudah mulai meminta Dudung jadi KSAD untuk bisa bubarkan acara reuni 212,” ucapnya.
“What? Fungsi KSAD tidak seperti itu. Fungsi angkatan darat tidak seperti itu, dia harusnya membina personelnya agar jadi pasukan tangguh, jago tempur untuk jaga kedaulatan, pertahanan wilayah terluar dan sebagainya. Bukan main politik di kota,” imbuhnya menjelaskan.
Di akhir tanggapannya, Refly menyadari akhir-akhir ini, rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap melibatkan TNI dalam urusan sipil.
Baca Juga: PAN Kritik Keras Proyek Kereta Cepat Jakart Bandung HinggaSebut ‘Drakula Pengisap Darah’ Bagi APBN
Kata Refly, ini sangat berbahaya hingga bisa memunculkan otoritarianisme.
Refly pun mengutip ucapan pengamat politik Rocky Gerung.
“Meminjam kata Rocky Gerung, pemerintah yang menggunakan TNI sebagai kekuatan hadapi sipil, itu berarti tak percaya diri pada mekanisme demokrasi. Padahal, demokrasilah yang menyelamatkan kita semua dari tindakan tirani,” pungkasnya. ***