GALAMEDIA - Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Gerindra, Ferry Juliantono menggugat presidential threshold (PT) alias ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Selasa, 7 Desember 2021.
Didampingi Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun selaku kuasa hukum, Ferry mendaftarkan gugatannya yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca Juga: Jokowi Dilempari Kertas Oleh Bapak Tua Saat Melakukan Tinjauan Ke Lokasi Erupsi Gunung Semeru
Usai melakukan gugatan tersebut, Ferry dan Refly meneriakkan ‘Salam Nol Persen’ melalui kanal Youtube Relfy Harun.
“Kali ini kami di depan Mahkamah Konstitusi baru saja menyampaikan permohononan judicial review dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold,” ungkap Refly.
“Harus 20 persen kursi atau 25 persen suara. Kami inginnya 0 persen. Saya lawyernya, Ferry Juliantono pemohonnya,” tegas Refly.
Ferry kemudian mengatakan bahwa mereka sudah resmi mengajukan permohonan sebagai seorang warga negara.
“Ya kita sudah diterima (permohonannya) tadi oleh petugas MK. Kita juga sudah resmi mengajukan permohonan,” kata Ferry melanjutkan pernyataan Refly.
“Saya hadir di sini sebagai warga negara, orang biasa yang sekedar ingin mengubah sistem, sistem demokrasi kita supaya demokrasi kita memungkinkan kedaulatan rakyat yang terakomodir, salah satunya dalam proses pemilihan presiden,” jelas Ferry.
Lalu, Refly turut mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengajukan permohonan serupa.
“Kami mengajak kepada komponen bangsa lainnya untuk juga turut mengajukan (permohonanan serupa). Kita ramaikan permohonan di MK, agar majelis hakim konstitusi yakin bahwa ini adalah kehendak kita bersama,” tutur Refly.
Baca Juga: Keren! Kejari Muara Enim Raih Penghargaan Penyumbang PNBP Terbesar
Sebagai informasi, dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluhpersen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya". ***