Habib Kribo Ternyata Didukung Habaib Non-212: Pendukung Gerakan 212 Disebut Tak Lebih dari 10 Orang

- 4 Februari 2022, 20:51 WIB
Habib Kribo.
Habib Kribo. /Habib Kribo. /Twitter/@RiuRizkiUtomo/ //

Dan pernyataan Habib Kribo itu dianggap ironis. Bagaimana tidak, Habib Kribo yang digadang-gadang sebagai figur pluralis, sosok yang dikenal gigh membela hak-hak kaum minoritas etnis (etnis apa pun tentunya) dan agama. Yang kerap bicara soal agama cinta dan kemanusiaan. Namun justru seperti mengajak banyak orang untuk bersikap diskriminatif terhadap bangsa Indonesia dari etnis habaib dan keturunan Yaman.

Habaib non-212 dan etnis keturunan Yaman yang nasionalis tidak pernah merasa dirinya sebagai penumpang. Mereka menganggap Indonesia sebagai negara dan tanah airnya, tanpa embel-embel pendatang apalagi penumpang, sebagaimana juga etnis-etnis yang lain; Jawa, Sunda, Tionghoa, Papua, Batak dll yang telah terikat dalam kontrak sosial pembentukan negara bangsa bernama Indonesia pada 1945 oleh seluruh elemen suku dan agama yang ada di Nusantara.

Habaib non-212 yang nasionalis justru heran jika ada seorang habib—kribo maupun tidak—yang menganggap Indonesia hanya sebagai negara tumpangannya. Alhasil, habaib non-212 dan etnis keturunan Yaman nasionalis melihat kontradiksi pada diri Habib Kribo. Ia yang oleh sebagian habaib non-212 disambut sebagai “Tokoh Pluralis”, “Sang Pendobrak”, dan dielu-elukan sebagai “Super Habib”, justru akhirnya berbalik menyerang para penyambutnya sendiri dengan menghina mereka sebagai kaum pendatang dan penumpang dari negeri tandus dan miskin.

Jika Habib Kribo menolak kapitalisasi kehabiban dan menginginkan keseteraan bagi semua golongan manusia di Indonesia, mengapa ia membeda-bedakan warga negara berdasarkan kelas “asli” dan “pendatang dari negeri miskin”?

Begitulah, kekecewaan habaib non-212 dan etnis keturunan Yaman nasionalis semakin dalam: bukannya fokus pada perlawanan terhadap radikalisme, intoleransi, kapitalisasi kehabiban dan perilaku buruk Bahar bin Smith, Habib Kribo justru makin bersemangat memukul dan menendang ke banyak sasaran, antaran lain dengan menista Arab. Akibatnya, persoalan menjadi berkembang tak tentu arah.

Arab yang bermakna ratusan juta orang penutur bahasa Arab yang mendiami 22 negara di Asia Barat dan Afrika Utara, dari yang berkulit putih Kaukasusian di Suriah sampai yang berkulit hitam Afrika di Sudan. Dari yang menganut Sunni, Syiah, Sufi, Druze, Kristen, hingga yang Sekuler, Liberal, Komunis, Agnostic, dan Atheis. Peradaban kuno pra Islam Nabatean, kelahiran Islam, zaman penaklukan, sejarah kejayaan dan keruntuhan peradaban Arab, diringkus oleh pemahaman Habib Kribo hanya dalam satu entitas: Arab Saudi.

Melalui pernyataannya: Arab tidak berbudaya, tidak punya intelektual, hanya ada Ka’bah, jelas yang ia maksudkan adalah Kerajaan Arab Saudi yang baru berdiri tak lebih dari satu abad lalu. Semua itu menunjukkan bahwa Arab dalam benak Habib Kribo adalah Arab Saudi; sebuah negara kerajaaan absolut yang menganut Islam ultra konservatif di mana sampai beberapa tahun yang lalu perempuan masih tak diizinkan mengemudikan mobil.

Lalu hinaan Habib Kribo terhadap Arab direspons oleh kubu 212 dengan mengetengahkan kehebatan dan jasa-jasa Arab, baik Arab secara umum maupun etnis keturunan Yaman di Indonesia (termasuk yang dengan cara sangat kasar mencaci kenusantaraan). Ada juga yang dengan menyebarkan berita bohong bahwa Imam Bonjol merupakan kakek Rizieq Shihab.

Baca Juga: Hanya 18,3 Persen Publik di Tanah Air yang Tak Puas Kinerja Jokowi

Kemudian respons ini dibalas oleh Habib Kribo dan pendukungnya dengan menghina Arab secara lebih rendah lagi dan begitu seterusnya. Sekali lagi habaib non-212 yang nasionalis merasa terjepit di tengah-tengah situasai sulit dan dilematis. Saling serang ujaran kebencian bernuansa SARA antar kubu Habib Kribo dan kubu Bahar bin Smith sungguh absurd dan tidak baik.

Halaman:

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x