Habib Kribo Ternyata Didukung Habaib Non-212: Pendukung Gerakan 212 Disebut Tak Lebih dari 10 Orang

- 4 Februari 2022, 20:51 WIB
Habib Kribo.
Habib Kribo. /Habib Kribo. /Twitter/@RiuRizkiUtomo/ //

Dengan berbekal kalimat “Saya orang Arab juga, saya habib juga”, Habib Kribo seperti merasa mengantongi tiket yang sah untuk mengumbar kebencian rasial dan kemudian diikuti oleh sebagian pendukungnya. Bahkan, dalam upaya untuk membenarkan pendapatnya soal keburukan Arab, Habib Kribo tak segan-segan mengutip ayat al-Quran dan mengartikannya secara tekstual; satu kebiasaan kelompok fundemantalis yang justru kerap ia kritik.

Lalu terbangun kesan bahwa Habib Kribo sekarang sedang dimusuhi oleh seluruh puaknya sendiri. padahal kenyataannya, Habib Kribo hanya dimusuhi oleh habaib dan keturunan Yaman 212 (bukan oleh seluruh habaib dan keturunan Yaman). Dan fakta bahwa yang memusuhi Habib Kribo juga berasal dari etnis Betawi, Sunda, Jawa, Padang, Batak, Madura dll (tergabung dalam kubu 212), menunjukkan bahwa ini bukan persoalan pertentangan etnis melainkan ideologi politik.

Fakta itu diperkuat dengan keberadaan habaib non-212 “garis keras” yang mendukung Habib Kribo secara membabi buta, membenarkan semua perkataan Habib Kribo. Akibatnya, kritik atas satu atau dua pandangan Habib Kribo akan dimaknai sebagai penentangan terhadap semua manuver Habib Kribo.

Habaib non-212 nasionalis mendukung sepenuhnya upaya Habib Kribo melawan radikalisme, intoleransi, dan kapitalisasi kehabiban. Namun mereka sangat menentang jika ikhtiar itu kemudian dibalut dalam kebencian rasial. Mereka menyayangkan perlawanan terhadap ideologi radikalisme dibelokkan menjadi permusuhan kepada etnis tertentu. Sebab, bukankah yang radikal terdiri dari berbagai macam etnis, sebagaimana juga yang moderat?

Mengusung permusuhan SARA dinilai justru hanya melestarikan kesalahpahaman dan generalisasi yang pada akhirnya hanya akan mengarah pada situasi Baharisme vs Baharisme.

Sementara itu, di balik yang terlihat dan yang terdengar, tangan-tangan struktural yang memeram agenda kekuasaan, secara senyap sengaja memelihara dan mengunci masyarakat dalam suasana turbulensi primordial, yang kelak akan mereka gunakan pada saat yang tepat. Pilkada DKI 2017 dan Pipres 2019 telah menunjukkan bagaimana isu SARA dimanfaatkan sebagai bahan bakar bagi mesin perolehan suara para politisi.

Begitulah, di mata habaib non-212 dan etnis keturunan Yaman nasionalis, peningkatan sentimen SARA seperti itu sungguh tidak sehat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Rasisme—oleh dan terhadap siapa pun—tidak dibenarkan baik dari sisi ajaran agama, nilai-nilai kebangsaan, dan kemanusiaan.

Apa pun ujung dari perseteruan bernuansa SARA antara Kubu Habib Kribo dan kubu Bahar bin Smith (juga perseteruan politik dan ekonomi yang dikamlufase dengan isu SARA yang lainnya), semoga eskalasi sentimen rasial akan segera berakhir, dan bangsa Indonesia kembali ke jati dirinya sebagai bangsa besar yang plural dan toleran; tidak membeda-bedakan warga negara berdasarkan agama, suku dan asal usul keturunan. Tidak boleh ada yang kelasnya lebih tinggi atau kurang tinggi, lebih asli atau kurang asli, mayoritas atau minoritas. Semuanya setara.

Dan masyarakat Indonesia, termasuk Habib Kribo tentunya, bisa kembali menegaskan arah perjuangannya melawan radikalisme, intoleransi, dan rasisme, untuk Indonesia yang lebih adil, damai, sejahtera, dan maju.***

Halaman:

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah