Di Surakarta Ada Bank 'Batuk-batuk' karena Terdampak Pandemi Covid-19

- 30 Juni 2020, 14:32 WIB
Ilustrasi.
Ilustrasi. /Pikiran Rakyat/

GALAMEDIA - Kelesuan ekonomi akibat pandemi corona virus disease (Covid -19) berkepanjangan sampai saat ini, dampaknya dirasakan kalangan industri jasa perbankan dan lembaga keuangan nonbank.

Meskipun belum dilaporkan adanya bank yang mengalami kolaps, banyak bank umum terutama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang kesulitan menarik dana pinjaman nasabah yang usahanya macet.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Eko Yunianto, menyatakan, pandemi Covid 19 berdampak pada dunia usaha dan perbankan. Kesulitan para pengusaha debitur perbankan mengangsur hutang lantaran usahanya macet, banyak yang terpaksa minta relaksasi atau restrukturisasi pinjaman bank.

Baca Juga: Di Hadapan Polisi, Pembakar Mobil Via Vallen Berpura-pura Gila

Di sisi lain, pihak perbankan juga kesulitan menarik pinjaman, disebabkan banyak debitur mengajukan relaksasi dan restrukturisasi.

Selain itu, kalangan perbankan juga kesulitan menyalurkan kredit dan mengeluarkan pembiayaan, menyusul minimnya dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun selama pandemi, serta timbulnya kekhawatiran perbankan sulit menyalurkan kembali DPK.

"Sampai saat ini belum ada bank di wilayah Surakarta, baik bank umum maupun BPR, yang masuk dalam pengawasan khusus, apalagi sampai kolaps. Kalau bank yang batuk-batuk ada, tapi masih kita anggap wajar. Itu disebabkan situasi pandemi corona selama ini," kata Eko, Selasa, 30 Juni 2020.

Baca Juga: Segera Kembali Berlatih, Pelatih Persib Tinjau Kesiapan Stadion GBLA

Di wilayah Surakarta yang biasa disebut Solo Raya meliputi Kota Solo, Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Boyolali dan Klaten, berdasarkan catatan OJK Solo kinerja perbankan, baik bank umum maupun BPR, selama sebulan pandemi Covid 19 sampai April 2020 menunjukkan kecenderungan menurun.

DPK yang mengalir ke bank umum dalam setahun hanya tumbuh 4,99 persen, dari Rp68,652 triliun pada April 2019 menjadi Rp72.077 triliun (yoy).

Sedangkan penyaluran kredit hingga April 2020 hanya tumbuh 5,97 persen, dari tahun 2019 senilai Rp77,727 triliun menjadi Rp82,368 triliun (yoy). Di sisi pembiayaan yang telah tersalurkan, katanya, terjadi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) mencapai 10,43 persen.

Baca Juga: Masuk AKB, Arus Lalu Lintas di Kota Bandung Meningkat 50 Persen

Eko mengungkapkan, dalam kurun waktu yang sama BPR di wilayah Surakarta menunjukkan kinerja lebih baik dibanding bank umum. Posisi NPL pada bulan April 2020, tercatat sebesar 6,64 persen.

Pembiayaan yang disalurkan bisa tumbuh 11,64 persen, dari Rp5,533 triliun pada April 2019 menjadi Rp6,176 triliun (yoy). Sedang DPK yang dihimpun tumbuh 12,33 persen, dari Rp5,331 triliun menjadi Rp5,988 triliun.

"Berdasarkan data tersebut, nilai  kredit yang disalurkan BPR jauh lebih besar dibanding dana simpanan. Itu sebabnya, BPR membutuhkan dana pihak ketiga untuk penyaluran kredit," jelasnya.

Halaman:

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x