Bakteri Mycoplasma Tak Separah Covid-19. Namun...

- 6 Desember 2023, 21:05 WIB
Ilustrasi Bakteri Mycoplasma
Ilustrasi Bakteri Mycoplasma /kjpargeter on Freepik/

 
GALAMEDIANEWS – Seiring dengan ditemukannya enam kasus pneumonia (radang paru-paru) akibat bakteri mycoplasma di Jakarta pekan ini, memunculkan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat apakah bakteri tersebut sebenarnya berbahaya.

Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Pusat dr Cipto Mangunkusumo Jakarta Nastiti Kaswandani menyebut masyarakat tak perlu khawatir. Sebabnya, tingkat keparahan radang paru-paru akibat infeksi bakteri mycroplasma tidak separah SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

"Dibandingkan dengan COVID-19, influenza, atau penyebab pneumonia lain seperti pneumokokus yang kemarin vaksinnya baru kita adopsi di program nasional, itu keparahan miycroplasma pneumonia jauh lebih rendah," katanya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu. 6 Desember 2023.

Baca Juga: Imbas Jatuhnya Korban Erupsi Gunung Marapi, Berikut Tips Aman Muncak Bagi Para Pendaki

Nasiti pun menambahkan bahwa bakteri mycoplasma sebenarnya bukan bakteri baru, melainkan bakteri lama. Sedangkan Corona merupakan virus baru. Menurut penelitian di China, bakteri ini menyerang anak prasekolah, usia sekolah, dan bayi.

Terkait gejalanya, hampir mirip dengan gejala Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA), diawali demam kemudian batuk. "Batuk ini mengganggu. Bisa sampai dua sampai tiga pekan menetapnya. Cukup lama," tuturnya. Gejala lainnya yang juga mengiringi adalah nyeri tenggorok. Pada anak dewasa, terkadang nyeri dada hingga lemas.

Nastiti pun menjelaskan tingkat kematian dari penyakit itu relatif rendah, hanya 0,5 sampai 2 persen. "Itu pun hanya terjadi pada mereka dengan komorbiditas," katanya.

Baca Juga: Agen Judi Togel Berkamuflase SPBU Mini, Polresta Bandung Langsung Bertindak

Pasien penderita pun, menurut keterangannya, masih dapat beraktivitas. Karenanya, disebut walking pneumonia yang merupakan kondisi klinis pasien cukup baik sehingga masih bisa beraktivitas.

“Makanya kalau pada literatur di luar negeri mereka sebut nama lainnya walking pneumonia. Karena ini anaknya masih bisa jalan-jalan, beraktivitas biasa. Tidak seperti gambaran pneumonia tipikal yang anaknya harus diinfus pakai oksigen, dirawat inap di rumah sakit," katanya.

Halaman:

Editor: Dadang Setiawan

Sumber: Antaranews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x