Ransomware Pernah Serang Kota Baltimore Amerika, Pelakunya Minta Tebusan Bitcoin

- 6 Februari 2024, 13:30 WIB
Ilustrasi Ransomware, serangan yang menyandera sistem komputer./pixabay @TheDigitalArtis
Ilustrasi Ransomware, serangan yang menyandera sistem komputer./pixabay @TheDigitalArtis /

GALAMEDIANEWS - Pada tahun 2017, dunia begitu dihebohkan dengan serangan Ransomware WannaCry yang begitu masif.

Beberapa instansi di banyak negara termasuk Indonesia pun dikabarkan terkena juga serangan kejahatan siber ini. Akibatnya, menghambat aktivitas operasional.

Wannacry disebut-sebut banyak kalangan berasal dari Korea Utara tersebut. Nah, meskipun saat ini tak ada serangan program Ransomware tersebut secara begitu masif, tak lantas ancaman program kejahatan siber tersebut hilang seutuhnya.

Ransomware sebenarnya masih bergentayangan, sehingga menjadi ancaman yang tentunya sangat serius.

Baca Juga: Transformasi Digital: Menteri PANRB Bertemu dengan Menteri PDTT Membahas Digitalisasi Desa

Menyusupkan Ransomware menjadi cara yang strategis untuk meminta tebusan dalam wujud beberapa Bitcoin atau jenis koin kripto lainnya kepada pihak yang sedang disandera. Tak tertutup kemungkinan juga, bisa saja komputer kita akan terserang juga.

Tanggal 7 Mei 2019 menjadi catatan kelam sejarah Kota Baltimore. Kota ini diserang sejenis Ransomware bernama Robbinhood. Serangan ini melumpuhkan kerja sistem komputer di kota terbesar di negara bagian Maryland ini.

Beberapa sistem yang bekerja secara komputerisasi seperti sistem pembayaran pajak dan sistem pelayanan masyarakat lainnya tak dapat berjalan seperti biasanya.

Karena mengalami kelumpuhan, proses yang sebelumnya bekerja secara komputerisasi mesti dilakukan secara manual. Hacker minta tebusan sebesar 13 BTC agar sistem yang dibajak tersebut dapat bekerja kembali.

Baca Juga: Album Kolaborasi Liam Gallagher dengan John Squire akan Segera Rilis

Namun, perwakilan kota ini telah menyatakan bahwa menolak mentah-mentah membayar tebusan yang diminta tersebut.

Tak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana program canggih yang jahat tersebut berhasil menyusup ke dalam sistem. Agar dapat kembali bekerja, proses recovery tentunya membutuhkan waktu lama dan membutuhkan biaya besar.

Serangan di Baltimore ini tersebut bukanlah kejadian Ransomware pertama di Amerika. Pada Maret 2018, Kota Atlanta pun mengalami hal yang sama.

Ransomware bernama SamSam berhasil menyusup. Sistem di kota ini yang telah terkomputerisasi mengalami kelumpuhan fatal.

Karenanya, proses komputerisasi pun mesti dilakukan secara manual yang tentunya membutuhkan banyak energi dan juga sangat melelahkan. Pemerintah setempat dikabarkan mesti mengeluarkan dana sebesar 9,5 juta USD untuk proses recovery atau perbaikan.

Baca Juga: One Piece Live Action Season 2, Kemungkinan Besar akan Rilis

Demi mendapatkan keping-keping Bitcoin atau koin kripto lainnya yang begitu bernilai, hacker yang menggunakan Ransomware memang tak pernah menyerah. Tak tertutup kemungkinan juga, akan menargetkan kota-kota lainnya di berbagai penjuru dunia.

Namun, sepertinya cara menyandera kota ini tak berhasil. Sebabnya, otoritas kota yang disandera cenderung lebih memilih memperbaiki sistem yang mengalami kerusakan dibandingkan menyerahkan Bitcoin kepada hacker.

Meskipun memang proses recovery ini sangat berbiaya besar dan membutuhkan waktu yang tak sebentar. Dikabarkan bahwa program jahat ini akan menyerang pengguna komputer perorangan.

Tak tertutup kemungkinan juga, para pelaku kejahatan siber akan mencari trik-trik cerdas namun kotor lainnya yang lebih jahat untuk mendapatkan koin kripto termasuk Bitcoins dari berbagai penjuru dunia.***

Editor: Dadang Setiawan

Sumber: Nytimes CCN.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x