Sekali Serang KAMI, Moeldoko Terus Jadi Bulan-bulanan Tengku Zulkarnain

- 4 Oktober 2020, 17:03 WIB
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain, Instagram/@tengkuzulkarnain.id
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain, Instagram/@tengkuzulkarnain.id /


GALAMEDIA - Sejumlah elite politik kini gencar menyerang kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonsia (KAMI). Terakhir, serangan dilontarkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI Jenderal (purn), menjadi yang paling banyak diserang ketimbang rekan lainnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain menilai hal tersebut tidak fair. Gatot mestinya jangan dijadikan musuh hanya karena secara politik tidak berada di barisan pendukung pemerintah.

"Jenderal Gatot itu seorang jenderal bintang 4. Tidak diragukan dedikasi dan perjuangannya untuk NKRI. Beliau Panglima TNI di era Jokowi. Jika sekarang beliau tidak mendukung Pak Jokowi itu biasa di negeri demokrasi. Kenapa pendukung rezim memusuhi beliau. Apa mereka merasa tinggal di Korut?" kata Tengku.

Kegiatan politik KAMI di Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Senin 28 Setember 2020 dibubarkan polisi karena dianggap tak punya izin, selain itu juga karena kekhawatiran terjadi penyebaran Covid-19. Rencana deklarasi KAMI di Kota Surabaya pun ditolak kelompok masyarakat.

Baca Juga: Staf Kepresidenan Ungkap Donald Trump Kerap Bertanya Apakah Ia Akan Mati, Jatungnya Berdebar Hebat

Tengku menilai perlakuan terhadap kegiatan KAMI juga tidak fair jika membandingkannya dengan kondisi di dalam transportasi publik yang sebagian tidak menjalankan protokol kesehatan.

"KAMI dilarang alasannya Covid. Bagaimana dengan angkot yang penumpangnya duduk dempet...? Pesawat terbang dan lain-lain...? Hadeeeuuh... " kata Tengku.

Acara tabur bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Rabu 30 September 2020, yang dihadiri Gatot Nurmantyo serta sejumlah purnawirawan diprotes sekelompok orang. Peristiwa itu diwarnai kericuhan.

"Ada purnawirawan TNI melakukan upacara tabur bunga memperingati kekejaman PKI kok ada yang demo menentangnya? Apa mereka anak cucu PKI?" kata Tengku.

"Apa hubungannya dengan Ruang Guru yang menuliskan pemberontakan G30S/PKI sampai sekarang belum jelas pelakunya? Kyai, santri, dan TNI banyak korban PKI," Tengku menambahkan.

Moeldoko
Moeldoko lensaindonesia


Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai gerakan KAMI merupakan bentuk dari sekumpulan kepentingan.

"Mereka itu bentuknya hanya sekumpulan kepentingan, silakan saja, tidak ada yang melarang. Kalau gagasannya bagus, kita ambil. Tetapi kalau arahnya memaksakan kepentingan, akan ada perhitungannya," ujar Moeldoko dalam catatan wawancara refleksi Hari Kesaktian Pancasila, Kamis 1 Oktober 2020.

Moeldoko mengatakan ihwal adanya sejumlah gagasan-gagasan yang disampaikan KAMI membuat suhu politik memanas, menurutnya dinamika politik selalu berkembang.

"Tidak ada namanya dinamika yang stagnan. Setelah ada KAMI, nanti ada KAMU, terus ada apalagi, kan? Kita tidak perlu menyikapi berlebihan sepanjang masih gagasan-gagasan," ujar dia.

Dia menekankan sepanjang gagasan itu hanya bagian dari demokrasi, maka dipersilakan. Namun dia mengingatkan agar gagasan yang dikemukakan tidak berupaya mengganggu stabilitas politik.

"Jangan coba-coba mengganggu stabilitas politik. Kalau bentuknya sudah mengganggu stabilitas politik, semua ada risikonya. Negara punya kalkulasi dalam menempatkan demokrasi dan stabilitas," kata dia.

Baca Juga: GEBRAK Goncang Tanah Air Selama 3 Hari, KASBI: Kita Dalam Bahaya!

Mantan Panglima TNI memandang kegaduhan yang terjadi saat ini masih biasa saja sehingga tidak perlu ada yang harus direspon berlebihan.

"Kalkulasinya sekarang sih masih biasa saja. Tidak ada yang perlu direspon berlebihan. Tetapi manakala itu sudah bersinggungan dengan stabilitas dan mulai mengganggu, saya ingatkan kembali negara punya kalkulasi. Untuk itu ada hitung-hitungannya," kata Moeldoko.

Protes atas pernyataan Moeldoko juga disampaikan Presidium KAMI Din Syamsuddin. "Adalah benar penilaian Bapak KSP Moeldoko bahwa KAMI adalah sekumpulan kepentingan," kata Din dalam keterangan tertulis.

Jawab pernyataan Moeldoko, Din Syamsudin katakan KAMI bukan pengecut.
Jawab pernyataan Moeldoko, Din Syamsudin katakan KAMI bukan pengecut. ANTARA/Katriana

KAMI memiliki banyak kepentingan. Kepentingan yang dimaksud Din ialah KAMI ingin meluruskan kiblat bangsa dan negara yang dinilai banyak mengalami penyimpangan. KAMI, katanya, juga memiliki kepentingan untuk mengingatkan pemerintah agar serius menanggulangi Covid-19 dengan mengedepankan kesehatan dan keselamatan rakyat di atas program ekonomi dan politik.

Din menekankan, KAMI mengingatkan pemerintah lebih serius memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masih merajalela di lingkungan pemerintahan, dengan mencabut undang-undang yang melemahkan KPK.

Koalisi juga mengingatkan pemerintah untuk bertindak responsif terhadap upaya pemecahbelahan masyarakat dengan tidak membiarkan kelompok-kelompok yang anti demokrasi, intoleran, dan eksklusif dengan menolak kelompok lain seperti KAMI.

"Itulah sebagian dari sekumpulan kepentingan KAMI, yang pada intinya KAMI berkepentingan agar pemerintah dan jajarannya termasuk KSP bekerja bersungguh-sungguh mengemban amanat rakyat, karena gaji yang diperoleh berasal dari uang rakyat," kata dia.

Baca Juga: Dokter Gedung Putih Bohongi Wartawan Soal Kesehatan Donald Trump Akibat Covid-19

Pernyataan Moeldoko ketika itu ditanggapi secara keras oleh Tengku. Pada Jumat 2 Oktober 2020, Tengku mengingatkan Moeldoko bahwa dia bukan menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan sehingga tidak perlu berkata seperti itu.

"Saya mau tanya saja: Pak Moeldoko, anda menjabat kepala staf kepresidenan atau menkopolhukam...? Kok ucapan anda terasa seperti seorang menkopolhukam saja... Terimakasih (Tengku Zulkarnain) warga negara Indonesia."

Sehari sebelumnya, Tengku juga protes dengan mempertanyakan ucapan Moeldoko, "stabilitas yang diganggu apa dan bagaimana?"

Tengku mengingatkan isi Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU.

"Kalau berkumpul, mengeluarkan pendapat dan mengkritik itu dijamin UUD 1945 Pasal 28. Kalau Pasal 28 itu dianggap berpotensi mengganggu, ya cabut saja. Biar seperti Korea Utara sekalian. Berani cabut...?" kata Tengku.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x