Walhi dan DPRD Desak KLHK Tegakan Aturan kepada PT Geo Dipa Energy

- 20 November 2020, 17:48 WIB
KAWASAN hutan lindung atau produktif kini ba­nyak yang beralih fungsi menjadi lahan pertani­an. Secara tidak langsung, hal ini bisa mem­bahayakan dan mendatangkan bencana. Kini masyarakat diajak untuk menjaga dan meles­tari­kan hutan dengan gerakan penghijauan. Hutan yang gundul, kini ditanami kembali dengan aneka pohon.*/ERIYANTI NURMALA DEWI/PR
KAWASAN hutan lindung atau produktif kini ba­nyak yang beralih fungsi menjadi lahan pertani­an. Secara tidak langsung, hal ini bisa mem­bahayakan dan mendatangkan bencana. Kini masyarakat diajak untuk menjaga dan meles­tari­kan hutan dengan gerakan penghijauan. Hutan yang gundul, kini ditanami kembali dengan aneka pohon.*/ERIYANTI NURMALA DEWI/PR /Eriyanti Nurmala Dewi/pr
 
GALAMEDIA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menegakan aturan dan pengawasan ketat terhadap perluasan lahan eksplorasi panas bumi (geothermal) oleh PT Geo Dipa Energy di kawasan Gunung Patuha Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Karena hingga saat ini, kewajiban perusahaan tersebut untuk penggantian lahan hutan seluas kurang lebih 40 hektar tak jelas rimbanya.
 
"Kami mendesak dan meminta KLHK untuk menegakan aturan dan melakukan pengawasan yang ketat dong. Jangan sampai hutan semakin habis, karena perusahaan tersebut mengabaikan kewajibannya. Selain itu, lahan hutan pengganti ini juga harus diumumkan secara luas, agar masyarakat mengetahuinya," kata Direktur Walhi Jabar, Meiki Paeondong, saat dihubungi melalui telepon seluler, Jumat 20 November 2020. 
 
Dikatakan Meiki, Dinas Kehutanan Provinsi Jabar juga jangan diam dan berpangku tangan saja. Bahkan, seringkali Dinas Kehutanan Jabar selalu mengklaim luasan lahan hutan di Jabar masih tetap utuh. Padahal sejatinya, luas hutan di Jabar lambat laun terus berkurang.
 
 
"Kan setiap ada bukaan lahan hutan itu ada pengurangan. Termasuk juga dengan adanya penurunan status hutan juga menyebabkan berkurangnya luasan hutan. Ini yang harus menjadi perhatian semua pihak, jangan menutup mata," ujarnya.
 
Meiki melanjutkan, soal penggantian lahan hutan, berdasarkan aturan perundang-undangan, bahwa lahan hutan pengganti harus berada dalam hamparan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sama. Sehingga, jika PT Geo Dipa Energy akan menyediakan lahan hutan pengganti, maka harus berada di wilayah sekitar Gunung Patuha.
 
"Lahan hutan penggantinya juga harus dalam hamparan DAS yang sama. Misalnya untuk wilayah Gunung Patuha itu kan hamparan DAS-nya ada aliran Sungai Ciwidey lanjut ke Sungai Citarum, tapi ada juga aliran sungainya yang mengarah ke laut selatan. Nah disitu seharusnya lahan hutan penggantinya," terangnya.
 
 
Hal senada dikatakan oleh Anggota DPRD Kabupaten Bandung, Tri Bambang Pamungkas. Ia mempertanyakan tanggungjawab dari perusahaan BUMN tersebut. Karena memang hutan pengganti itu sifatnya mutlak harus dipenuhi oleh perusahaan tersebut, kompensasi dari penggunaan lahan hutan yang mereka gunakan.
 
"Jujur saja saya pesimis soal penggantian lahan hutan itu. Karena jangankan mengganti lahan hutan, selama ini saja kewajiban perusahaan soal corporate social responsibiliti (CSR) juga tidak jelas penyaluran dan transparansinya," ujar Tri. 
 
Namun demikian, meskipun mengaku pesimis, Tri berharap perusahaan tersebut dapat segera memenuhi kewajibannya. Karena meskipun hal tersebut kewenangannya berada di Dinas Kehutanan Provinsi Jabar, namun sebagai warga Kabupaten Bandung khususnya warga yang berada di wilayah Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali (Pacira) memiliki hak dan kewajiban atas kelestarian alam dan hutan untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang.
 
 
"Kementerian terkait juga harus bertanggunjawab dong. Tapi tegakan juga aturan dan pengawasannya. Jangan sampai gara-gara keuntungan tidak seberapa tapi negara kehilangan hutannya," katanya.***

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x