3 Hakim MK Disenting Opinion saat Beri Putusan Sengketa Pilpres 2024, Singgung Dinasti Politik dan Bansos

- 24 April 2024, 07:52 WIB
Hakim Konstitusi Saldi Isra bertanya kepada empat menteri yang bersaksi dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 ./ ADITYA PRADANA PUTRA ANTARA FOTO
Hakim Konstitusi Saldi Isra bertanya kepada empat menteri yang bersaksi dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 ./ ADITYA PRADANA PUTRA ANTARA FOTO /

Ia menyoroti keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam persidangan yang menyatakan bahwa bantuan kemasyarakatan atau bansos yang biasa di serahkan presiden Jokowi Widodo merupakan dana operasional presiden (DOP).

"Pada fakta persidangan, realisasi anggaran DOP tidak pernah mencapai 100% dari jumlah yang di alokasikan pada setiap tahunnya. Hal ini yang kemudian memunculkan persepsi yang mengarah pada penggunaan DOP untuk bantuan kemasyarakatan dengan tujuan politik menjelang pemilu 2024" ujar Enny.

Selanjutnya, ia menyampaikan dalil pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian karena ia yakin telah terjadi ketidaknetralan pejabat yang sebagian berkelindan dengan pemberian bansos di beberapa daerah.

Enny menyebut empat daerah yang memiliki indikasi kuat ketidaknetralan Pj. kepala daerah, termasuk di dalamnya perihal ketidaknetralan pejabat dan aparat negara yang belum ditindaklanjuti dengan optimal oleh Bawaslu dan pihak berwenang, yaitu Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.

Terakhir, Hakim MK Arief Hidayat menyampaikan bahwa sejak Pilpres 2004 sampai 2019, tak pernah ditemukan pemerintahan yang turut campur dan cawe-cawe dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Akan tetapi pada Pilpres 2024 ini terjadi hiruk-pikuk serta kegaduhan yang disebabkan pemerintah dan aparatur negara yang tidak netral.

"Presiden (Jokowi) disinyalir telah memperkuat praktik politik dinasti dan nepotisme yang bisa mengancam nilai-nilai demokrasi" ujarnya.

Selain itu Arief menyampaikan seharusnya Mahkamah memerintahkan KPU RI untuk melaksanakan PSU di daerah pemilihan DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara. Karena terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), politisasi penyaluran perlindungan sosial (perlinsos) dan bansos, serta pengarahan aparat pemerintahan dalam penyelenggaraan Pilpres 2024.***

Halaman:

Editor: Feby Syarifah

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah