Agama dan Adat Istiadat: Pertentangan Pengetahuan, dan Kebiasaan

- 22 Juni 2021, 05:58 WIB
Rahmadi
Rahmadi /Rahmadi/

GALAMEDIA - Seringkali masyarakat kita baik di suatu daerah atau tempat tertentu senantiasa mempertentangkan antara Agama dan Adat-istiadat. Padahal tidak relevan jika keduanya dipertentangkan karena tidak dalam posisi sederajat atau sebanding.

Pertentangan yang tidak sebanding itu kemudian melahirkan konflik yang sampai saat ini terus terjadi. Bahkan akhir-akhir ini semakin meruncing ke arah dekadensi kesatuan dan persatuan bangsa dan negara kita.

Misalnya pandangan klasik masyarakat yang seringkali mengemuka dalam kehidupan kita mengenai relasi Agama dengan Adat-istiadat secara umum dapat dibagi menjadi dua.

Pandangan Pertama mengatakan bahwa agama itu bertentangan dengan adat-istiadat. Oleh karena itu agama harus yang didahulukan, sehingga adat harus di matikan atau bahkan dihilangkan sama sekali.

Pandangan kedua mengatakan bahwa adat itu merupakan warisan nenek moyang. Segala sesuatu yang sudah dilakukan secara turun temurun.

Baca Juga: Hasil Pertandingan Euro 2020: Denmark Akhirnya Lolos ke Babak 16 Besar Usai Taklukan Rusia

Dan bagi masyarakat itu baik-baik dan lancar-lancar saja. Semua itu di terima karena lagi-lagi adalah warisan nenek moyang yang secara kolektif dipahami akan mendatangkan kualat dan malapetaka apabila generasi berikutnya berusaha mengurangi apalagi menghilangkan tradisi yang sudah ada sejak lama tersebut.

Oleh karen itu maka agama yang datang belakangan harus tunduk dan menyesuaikan diri dengan adat-istiadat suatu masyarakat. Sehingga, agama dalam posisi sebagai sesuatu yang terikat, sedangkan adat sebagai suatu hal yang bebas.

Contoh sederhananya saja tentang kenapa masyarakat di suatu daerah mempertentangkan antara agama dan adat-istiadat adalah dari segi kepercayaan turun-temurun yaitu  ritual, penyambutan kelahiran seorang bayi, upacara kematian serta dari segi pengobatan.

Pada adat-istiadat kepercayaan terhadap nenek moyang sehingga berobat ketika sakit yaitu pergi ke dukun atau percaya terhadap arwah yang disebabkan oleh  makhluk ghaib dan pada pandangan agama berobat kepada dukun dan lain sebagainya adalah musyrik sehingga banyak masyarakat di suatu daerah tertentu akan mempertentangkan kedua hal ini.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 22 Juni 2021: Elsa Mulai Tersadar dengan Hukumannya di Panti

Agama dan Adat-Istiadat

 Sebelum kita mengetahui manakah yang harus didahulukan atau yang benar, apakah agama dan adat-istiadat ini bertentangan atau bisa berdampingan.

Kita harus mengetahui apa itu agama dan apa itu adat istiadat, sehingga nantinya kita tidak salah lagi dalam menyimpulkan sebuah hal atau masalah karena ini bukan hal atau masalah yang sepele.

Agama adalah tata cara yang mengatur peribadatan manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta tata cara yang mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lain serta manusia dengan lingkungannya, yang merupakan bagian dari makhluk ciptaan Tuhan.

Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu, terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama, perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga.

Baca Juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Pemkot Bakal Bangun IGD Khusus Terindikasi Covid-19 di RSKIA

Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misalnya Tuhan, Dewa, dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa dan yang maha agung.

Menurut M. Nasroen, adat istiadat adalah suatu sistem pandangan hidup yang kekal, segar, serta aktual karena berdasarkan pada berbagai ketentuan yang terdapat pada alam yang nyata dan nilai positif, kebersamaan, kemakmuran yang merata, pertimbangan pertentangan, penyesuaian diri, dan berguna sesuai tempat/ waktu/ keadaan.

Contohnya Mappalili, yaitu upacara turun sawah di Sulawesi Selatan yang diselenggarakan untuk mengawali musim tanam padi. Menurut kepercayaan setempat, upacara ini bertujuan untuk mencegah hama atau bencana besar yang dapat merusak tanaman padi.

Ngaben, yaitu upacara pembakaran jenazah yang dilakukan oleh masyarakat di Bali. Ritual ini merupakan warisan leluhur masyarakat Bali yang percaya bahwa dengan membakar jenazah maka roh leluhur menjadi suci dan mereka dapat beristirahat dengan tenang.

Baca Juga: Sambut Holding BUMN Usaha Mikro (UMi), PNM Jamin Akses Pendanaan Nasabah Lebih Murah dan Cepat

Hubungan Agama dan Adat-Istiadat

Setelah kita mengetahui apa itu agama dan adat istiadat  selanjutnya kita juga harus mengetahui apa hubungan keduanya agar tidak salah kaprah dalam menanggapinya, sehingga nantinya kita bisa mengetahui apakah agama dan adat-istiadat bisa berjalan berdampingan atau harus ada salah satu yang mengalah atau bahkan harus dimatikan keduanya.

Agama, dan adat istiadat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Baik dalam keadaan sendiri maupun saat bersosialisasi dengan orang lain. Agama dan adat istiadat sangat erat hubungannya. Pelaksanaan agama bisa dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat daerah setempat.

Dalam konteks ke-nusantaraan yang ada di Indonesia, budaya, tradisi dan seni itu menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama. Beberapa hal yang perlu dicatat mengapa di Nusantara ini agama dan budaya menjadi alat atau metode dalam penyampaian agama.

Pertama, supaya agama lebih mudah dipahami. Karena kalau pesan-pesan agama disampaikan dengan cara-cara Timur Tengah tentunya akan ada kesenjangan budaya. Sehingga akan kesulitan untuk memahami dan menerima pesan-pesan agama yang akan disampaikan.

Baca Juga: Sultan HB X Ungkit Soal Lockdown: Saya Enggak Kuat Membiayai Rakyat se-Yogyakarta

Oleh karena itu, sejak jaman Walisongo digunakanlah metode atau tradisi nilai-nilai kultur orang lokal Nusantara ini sebagai alat untuk menyampaikan. Dan itu terbukti ampuh, sehingga dalam waktu kurang dari 50 tahun, Walisongo mampu mengIslamkan masyarakat Nusantara dari yang semula 90% Hindu-Budha berbalik menjadi 90% Islam.

Lalu yang kedua digunakannya kebudayaan sebagai metode atau alat dalam menyampaikan ajaran Islam dikarenakan dengan kebudayaan ini wajah Islam menjadi menyenangkan dan kompatibel dengan tradisi lokal yang berkembang di masyarakat.

Contohnya terjadi pada cara berpikir orang yang berkeyakinan pribumi yang beralih memeluk agama Islam yang menganggap bahwa hari raya idul fitri menjadi budaya saling memaafkan, namun didalam agama itu adalah hari kemenangan bagi umat Islam setelah menjalani puasa di bulan ramadhan.

Manusia yang beragama sudah pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu beragama.

Baca Juga: Jangan Lagi Memakai Masker Kain! Ternyata Begini Risikonya

Dengan membiasakan diri kita mengenal kebudayaan, agama, dan adat istiadat sejak kecil, maka kita dapat langsung bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita saat kita beranjak dewasa.

Dan kita akan berpikir berulang-ulang ketika ada kebudayaan, agama, dan adat istiadat baru yang muncul di sekitar atau lingkungan kita. Sehingga hal itu tidak sampai akan punah termakan zaman.***


Pengirim:
Rahmadi
Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa 2019
Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau
[email protected]

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x