Smart Tourism dalam Pengembangan Wisata Alternatif

- 2 Agustus 2021, 18:32 WIB
Foto penulis./dok.pribadi
Foto penulis./dok.pribadi /

GALAMEDIA - Ada satu perkembangan wisatawan yang cukup menarik dari data perjalanan hari-hari saat ini yakni preferensi wisata dengan mobilitas rendah.

Jika sebelumnya destinasi didominasi oleh kunjungan mass tourism namun dengan adanya pandemi C-19 ini muncul tren baru yaitu wisata alternatif (alternative tourism).

Yang tidak seperti biasanya, dengan karakteristik small group, famtrip atau individual travelers yang mayoritas destinasinya tidak begitu populer, lebih pada outdoor misalnya ke desa yang dekat dengan tempat tinggal masing-masing yang sangat concern dengan ecotourism, secara alami berada di lokasi terbuka tidak over crowded.

Namun jika kita telusuri, tren wisata alternatif ini sebetulnya sudah ada sejak 10 tahun terakhir ini, meski masih niche market, masih kecil jumlahnya.

Ada beberapa faktor pendorong dipasar wisata alternatif seperti: "kebosanan" melihat kota, mereka memilih berangkat dalam jumlah kecil (sendiri atau dengan keluarga) karena ada minat tertentu yang sulit dipenuhi kalau ikut paket tour yang biasa, dan lain-lain.

Baca Juga: Perpanjangan PPKM Level 4 Segera Diumumkan, Zubairi Djoerban: Jangan Ada Aturan yang Jadi Guyonan

Inilah mengapa kita sering lihat wisatawan hanya pasangan, atau keluarga kecil, “kelayapan” di desa-desa di Bali, Jogja, dan lain-lain.

Pada masa pandemi yang berkepanjangan saat ini, orang kian menghindari kerumunan. Wisatawan cenderung memilih destinasi dan atraksi yang jauh dari keramaian (less crowd) dan di remote area.

Maka kesunyian dan keterpencilan akan menjadi “kemewahan” baru. Kesehatan dan kesadaran akan kian dicari ditengah ketakutan dan kecemasan mental akibat pandemi.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x