Komersialisasi Test Corona, Rakyat Semakin Merana dan Sengsara

- 27 Juni 2020, 20:39 WIB
M.Fadlillah/GM SEKRETARIS gugus tugas penanggulangan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad diambil sampel melalui rongga hidung menggunakan alat deteksi CePad, di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (25/6). Uji Covid-19 Antigen tersebut merupakan inovasi dari ilmuwan fakultas Pusat Riset Bioteknologi Molekuler dan BionIformartika Unpad. (M.Fadlillah/GM)**
M.Fadlillah/GM SEKRETARIS gugus tugas penanggulangan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad diambil sampel melalui rongga hidung menggunakan alat deteksi CePad, di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (25/6). Uji Covid-19 Antigen tersebut merupakan inovasi dari ilmuwan fakultas Pusat Riset Bioteknologi Molekuler dan BionIformartika Unpad. (M.Fadlillah/GM)** /

Di tengah masih tingginya angka kasus terinfeksi virus covid-19, pemerintah tengah bersiap menjalankan program new normal life. Hidup dengan normal dan berdampingan dengan virus Corona.

Untuk mendukung program tersebut, masyarakat diwajibkan melakukan tes virus Corona (Covid-19) mandiri jika ingin bepergian atau memasuki suatu kota di Indonesia, terutama bagi penumpang kereta api, pesawat udara dan kapal laut untuk mencegah penyebaran virus covid-19.

Kebijakan tersebut dinilai berlebihan dan tidak beralasan, bahkan membebani masyarakat. Karena tingginya harga rapid test dan juga Swab test. Serta masa berlaku yang relatif pendek. Dilansir Kompas.com, Selasa (24/3/2020), di sebuah marketplace harga alat rapid test impor dari China Rp 295.000.

Baca Juga: Guru BK Ditantang Mandirikan Siswa Terdampak Covid-19 Pecahkan Masalah

Sementara itu akurasinya diklaim mencapai 95 persen hanya dalam waktu 15 menit. Bahkan ada juga yang menjual dengan harga Rp 900.000 per buahnya. Rata-rata harga alat rapid test di bawah Rp 1 juta.

Sementara itu untuk tes PCR dan swab harganya lebih mahal, mencapai jutaan rupiah. Di RS Universitas Indonesia salah satunya, biaya pemeriksaan tes swab termasuk PCR adalah Rp 1.675.000 sudah termasuk biaya administrasi. Di Riau, harga tes swab per orang Rp 1,7 juta. Sementara itu di Makassar ada yang menjual tes swab seharga Rp 2,4 juta, yaitu di RS Stellamaris seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (17/6/2020).

Baca Juga: Inggris Akan Cabut Wajib Karantina bagi Pendatang dari Negara Lain

Uji tes Covid-19 baik melalui rapid maupun swab test dituding telah "dikomersialisasikan". Pengamat kebijakan publik dari dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyebutkan, saat ini terjadi "komersialisasi" tes virus corona yang dilakukan rumah sakit swasta akibat dari lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes ini.

"Banyak RS saat ini yang memanfaatkan seperti aji mumpung dengan memberikan tarif yang mahal dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Itu akibat dari tidak ada aturan dan kontrol dari pemerintah," kata Trubus. (Kompas.com 19-06-2020).

Dengan adanya kebijakan melakukan test Corona, hal ini menambah beban baru bagi masyarakat. Mengingat kondisi perekonomian masyarakat yang melemah akibat pandemi saat ini.

Baca Juga: Sembilan Provinsi Nyatakan Kasus Sembuh Lebihi Kasus Positif


Sistem kesehatan yang berbasis asuransi ternyata tidak memberikan solusi. Rakyat yang sudah dibebani dengan membayar premi mahal, saat membutuhkan pelayanan masih harus membayar lagi. Karena birokrasi layanan kesehatan dibuat berbelit demi meraih banyak keuntungan.

Hal ini tidak mengherankan, pasalnya sistem yang dipakai saat ini adalah sistem kapitalisme. Sistem yang mengagungkan nilai-nilai material dan kemanfaatan termasuk kesehatan. Tidak peduli jika banyak rakyat yang dikorbankan. Semua serba diukur dengan takaran untung rugi.

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, jaminan kesehatan itu wajib diberikan oleh negara kepada rakyatnya secara gratis. Karena di dalam Islam layanan kesehatan dipandang sebagai kebutuhan dasar primer bagi seluruh rakyatnya.

Baca Juga: Mantan Bos Manchester United Beri Ucapan Selamat pada Kenny Dalglish

Negara akan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai secara kualitas dan kuantitas untuk mendukung jaminan kesehatan tersebut. Seperti membangun pabrik dan memproduksi alat-alat kesehatan dan obat-obatan, dengan tujuan untuk memudahkan pelayanan kesehatan, bukan untuk mengejar keuntungan.

Negara juga akan membangun fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, sekolah kedokteran, perawat dan apoteker. Negara juga akan membangun apotik dan laboratorium yang akan mendukung pelaksanaan layanan kesehatan secara layak untuk masyarakat. Termasuk mendukung berbagai riset penemuan vaksin oleh para intelektual dan para ahli di bidang kesehatan.

Baca Juga: Pelaku Industri Jasa Kecantikan Wajib Menerapkan Protokol Kesehatan

Semua layanan kesehatan ini akan diberikan cuma-cuma oleh negara. Tentang anggaran, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam sistem Islam. Sebab, dengan menjalankan hukum syariat dalam mengelola anggaran negara, baik sumber pemasukannya maupun pengeluarannya, negara memiliki sejumlah dana mencukupi bagi kehidupan masyarakat dalam negara, termasuk untuk pelayanan kesehatan.


Penulis Aning Ummu Hanina
Member Revowriter Nganjuk 

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x