Menyoal PHK di Tengah Wabah Pandemi

- 8 Juli 2020, 09:23 WIB
/Lulu Nugroho/

KEHIDUPAN masyarakat semakin sulit di tengah pandemi Covid-19. Tidak hanya harus selamat dari penularan virus, mereka juga mesti bertahan dari gelombang PHK yang menerjang kehidupan. Hal ini terjadi di seluruh wilayah di tanah air, sama halnya dengan Kabupaten Cirebon tatkala ratusan pekerja terpaksa dirumahkan.

"Selama masa pandemi ini ada 400 lebih karyawan yang terkena PHK," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Cirebon, Erry Ahmad Adisaputra di Cirebon, Jumat (26/6/2020). Mereka terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari 12 perusahaan.

Pandemi virus corona membuat bisnis di seluruh dunia kesulitan, tak sedikit yang terpaksa gulung tikar. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, per 12 April 2020, 1.506.713 pekerja formal dan informal terdampak pandemi. Sementara, Kadin mencatat per 17 Juni 2018 ada 6,4 juta pekerja yang dirumahkan dan mendapat PHK. (CNNindonesia, 21/6/2020)

Baca Juga: Presiden Jokowi Ngamuk-ngamuk Soal Tol Cisumdawu, Kenapa Ya?

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan, ada beberapa alasan perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) selama masa penyebaran Virus Corona (Covid-19). Pertama, lemahnya permintaan pasar, termasuk akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kedua adalah keterbatasan bantuan modal. Ketiga keterbatasan cash-flow terutama untuk membiayai gaji tenaga kerja yang merupakan komponen tertinggi dari biaya perusahaan," jelas dia kepada Liputan6.com, ditulis Rabu (13/5). (Merdeka.com, 13/5/2020)

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah berharap penerapan new normal atau kenormalan baru di masa pandemi dapat memulihkan roda ekonomi. Dengan begitu, banyak perusahaan bisa kembali mempekerjakan para buruh yang selama ini dirumahkan atau kena PHK.

Baca Juga: Lima Penyu Belimbing Raksasa Mendarat Kawasan Pantai Warebar, Raja Ampat untuk Bertelur

Bahkan pada akhir Mei lalu, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita tampak satu suara mendukung kebijakan new normal dengan mengatakan bahwa, setiap industri yang kembali beroperasi di tengah pandemi harus menerapkan protokol kesehatan, seperti aturan jaga jarak.

Sayangnya situasi ini tampaknya belum menemukan titik terang. Jumlah masyarakat terdampak pandemi semakin banyak. Roda perekonomian pun tidak otomatis bergerak, meski masyarakat telah didorong ke luar rumah melalui penerapan new normal. Kebijakan ini tampak kasat mata menjadikan masyarakat berada di persimpangan jalan.

Bagaikan simalakama. Di satu sisi, karena kebutuhan perut mereka harus ke luar mencari nafkah, di sisi lain resiko terpapar sangat tinggi. Bukti penguasa tidak berpihak pada masyarakat, mereka hanya berfungsi sebagai regulator urusan para kapital. Maka tidak heran, di negeri di mana diterapkan kapitalisme, masyarakatnya jauh dari kata 'Sejahtera'.

Baca Juga: Siti Muntamah Jenguk Tenaga Kesehatan yang Tengah Isolasi Mandiri di RSKIA

/Kapitalisme Tidak Berpihak pada Masyarakat/

Wajah rimba kapitalisme menampakkan jati dirinya, yang kuat memangsa yang lemah. Pemodal kecil kalah bersaing dengan pemodal besar. Usaha mereka terlibas habis hingga akhirnya pailit. Industri dan kekayaan hanya berputar di kalangan tertentu saja, pemilik modal kuat. Datangnya pandemi, semakin mempercepat kehancuran, meluluhlantakkan industri kecil.

Pada akhirnya, masyarakat jua yang terkena imbasnya. Dengan dalih efisiensi, banyak kepala keluarga di-PHK. Bukti bahwa sistem ini jauh dari rasa keadilan. Alhasil masyarakat sulit bertahan di tengah pandemi, orang miskin pun bertambah banyak. Jika pemerintah tidak segera turun tangan, maka sulit masyarakat ke luar dari persoalan hidupnya.

/Islam Solusi Memperoleh Kesejahteraan/

Berbeda dengan Islam, khalifah wajib menyediakan lapangan pekerjaan. Hal ini terkait dengan hukum Islam itu sendiri, yang mewajibkan laki-laki bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Karena itu, tidak ada satupun warga dalam pemerintahan Islam yang menjadi pengangguran.

Baca Juga: Harganya Gila-gilaan, Anggota Ombudsman Sebut Rapid Test Saat Ini Sudah Jadi Komoditas Dagang

Di samping itu, penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) seperti air, padang rumput dan api merupakan kepemilikan umum yang pengelolaannya wajib dikerjakan oleh negara. Tidak boleh diserahkan pada asing atau swasta, privatisasi tidak berlaku di sini. Sebab jelas peruntukannya dikembalikan untuk kemaslahatan masyarakat.

Dengan pengelolaan SDA yang dilandasi iman kepada Allah, maka akan menyerap industri-industri lokal dalam jumlah yang sangat besar. Perekonomian negara pun akan bergerak, seiring dengan berputarnya roda perekonomian masyarakat akar rumput. Disertai birokrasi sederhana serta penghapusan pajak, menjadikan masyarakat berjaya di negerinya sendirinya.

Inilah yang seharusnya dikembalikan ke tengah masyarakat, yaitu pada ideologi sahih yang bersumber dari Allah al-Mudabbir. Aturannya menghilangkan friksi antar manusia, karenanya akan tercipta keadilan dan kesejahteraan di tengah umat. Jika kapitalisme hanya menguntungkan pengusaha, maka Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Inilah sebaik-baik sistem kehidupan yang pernah ada di muka bumi.


Penulis Lulu Nugroho,
Muslimah Revowriter dan WCWH Cirebon.

 

 

 

 

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x