Memahami Definisi Syariah dan Hukum Syara’

7 Februari 2021, 08:44 WIB
Ilustrasi kumpulan kitab. /Pixabay/ /Ilustrasi kumpulan kitab. /Pixabay//

GALAMEDIA – Hukum Allah mencakup perkara aqidah dan syariah. Jenis ayat pada al-qur’an pun ada yang dalil aqli, ada juga dalil naqli. Perkara aqidah adalah bagian yang harus dicapai oleh akal untuk memahaminya. Sedangkan syariah bagian yang harus diikuti karena sudah menjadi ketetapan Allah.

Yan S. Prasetiadi & Wahyu Ichsan di dalam bukunya Studi Islam Paradigma Komprehensif, menjelaskan tentang definisi syariah.

Secara etimologis, syariah bermakna maurid al-ma’alladzi yustaqa minhu bi-la risya’ (sumber air yang menjadi tempat pengambilan air tanpa tali timba), at-thariqah (jalan), dan ‘atabah (tangga/pintu).

Kemudian definisi secara terminologis, syariah punya makna umum dan khusus. Pada makna umum, syariah itu sama dengan Din al-Islam, yakni keseluruhan agama Islam secara holistic meliputi aqidah dan hukum.

Baca Juga: Momen Bertemu Galih Ginanjar Pertama Kali, Barbie Kumalasari: Aku Merasa Enggak Dihargai

Makna khusus syariah yaitu hukum syara’ (al-hukm asy-syar’i) yang tidak mencakup masalah aqidah. Maka pengertian syariah jika disimpulkan adalah hukum-hukum syara’ (al-ahkam asy-syar’iyyah).

Allah telah memerintahkan manusia untuk taat dan patuh terhadap seluruh syariah-Nya. Semua aktifitas yang berkaitan dengan segala perkara harus terikat dengan hukum Allah karena Islam adalah agama yang sempurna mengatur berbagai hal.

“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu…” (TQS. Al-Maidah: 3)

Manusia disebut tidak beriman selama tidak menjadikan hukum syariah yang dibawa oleh Rasulullah sebagai standar dalam segala aspek kehidupan.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 7 Februari 2021: Nino Mulai Melihat Ada Kejanggalan, Siapakah Sebenarnya Pembunuh Roy?

“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS. An-Nisa: 65)

Di dalam hukum syara’, terdapat hukum asal yang terbagi menjadi dua, yakni asal perbuatan manusia dan asal benda.

Perbuatan manusia jika diklasifikasikan terdapat tuntutan (iqtidha’: seputar wajib, sunnah, makruh dan haram), pilihan (takhyir: seputar mubah), dan wadhi (seputar sebab, syarat, mani’, sah, batal, fasad, azimah dan rukhsah).

Terdapat kaidah fiqih yang berkaitan dengan hukum asal perbuatan manusia, yakni:

“Al-aslu fil af’al at-taqayudu bil ahkami-syar’iyyati”

Baca Juga: Ini Dia Ganjaran bagi Orang yang Senang Berbuat Adil

Artinya: Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariat. (Atha’ bin Khalil, Taisir al-Wushul ila al-Ushul, hal. 13-15)

Makna dari kaidah tersebut adalah setiap perbuaan manusia, apapun itu memiliki hukum syariahnya, karen tujuan melakukan perbuatan harus dalam rangka beribadah kepada Allah. Sehingga jika perbuatan akan mendapatkan pahala jika sesuai dengan hukum-Nya dan sunnah Rasul.

Kemudian terdapat juga kaidah fiqih mengenai hukum asal benda, yaitu:

“Al-aslu fil-asyai al-ibahatu maa lam yurid dalilut-tahrimi”

Artinya: hukum asal benda (barang) adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. (Ibid)

Baca Juga: 5 Tips Memperbaiki Smartphone yang Sudah Jatuh ke dalam Air, Salah Satunya Ada di Dapur

Hukum yang mencakup benda hanya ada dua, yakni halal dan haram. Sedangkan hukum yang mencakup perbuatan manusia terdapat lima yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.***

 

 

 

Editor: Kiki Kurnia

Tags

Terkini

Terpopuler