Heboh Markas Syariah di Megamendung Diusir, Habib Rizieq: Jangan Seenaknya Merampas Saja!

- 23 Desember 2020, 15:36 WIB
Habib Rizieq Shihab.
Habib Rizieq Shihab. /Tangkapan Layar Kanal YouTube Front TV


GALAMEDIA - Pesantren Alam Agrokultural Markas Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, saat ini tengah sorotan netizen.

Soalnya beredar surat dari PT Perkebunan Nusantara VIII yang meminta pesantren itu dikosongkan.

Surat perihal somasi pertama dan terakhir tersebut berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020, diunggah akun @FKadrun pagi ini, Rabu, 23 Desember 2020.

PTPN VII Kebun Gunung Mas ditegaskan menjadi pengelola area pesantren itu berada.

Dijelaskan surat itu, Pesantren Agrokultural yang diketahui jadi salah satu Markas Front Pembela Islam, pendiriannya pada 2013 tanpa mengantongi izin dan persetujuan dari PTPN VIII.

Baca Juga: Para Petani Sawit Ancam Bakal 'Serang' Presiden Jokowi, Ini Alasannya

Artinya, pendiriannya memiliki status ilegal. Karena disebut termasuk tindak pidana penggelapan hal atas barang tidak bergerak dan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Hal itu salah satunya diatur dalam pasal 385 KUHP, Perpu No 51 Tahun 2960 dan pasal 480 KUHP.

Dalam surat itu juga menegaskan, pengelola pesantren Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab tersebut diberi waktu hingga 7 hari setelah surat itu diterima. Jika tidak PTPN akan melaporkannya ke polisi dan akan masuk proses hukum.

“Kabar duka , Innalillahi wa inna ilayhii raaji'uun. Belum cukup duka Umat Islam dengan  para Syuhada & Habibana..turun somasi..Markaz Syariah mega mendung diminta dikosongkan dalam waktu seminggu ini & jika tidak , akan diambil paksa PTPN yg keluarkan surat pengosongan," tulis akun tersebut dalam postingan lainnya.

Beredar kabar, status pemilikan tanah pondok pesantren itu tengah diadukan pihak berwajib karena menggunakan tanah milik Perhutani.

Baca Juga: Usai Sebut 'Jangan-jangan Kentut Juga Dilaporin', Babe Haikal Dilarikan ke Rumah Sakit Polri

Perizinan pendirian bangunan beserta pesantren pun dipertanyakan karena diisukan tanpa mengantongi izin pihak berwenang.

Terkait hal itu,  pada tayangan video YouTube kanal Media Dakwah Hamdalah TV diunggah 20 November 2020, Habib Rizieq Shihab (HRS) menjelaskan bagaimana proses lahan pondok pesantren yang dia beli dari warga sekitar.

Habib Rizieq juga mengakui jika dia bukan pemilik lahan tersebut melainkan PTPN, namun terbengkalai dan sudah dipakai oleh warga sekitar untuk bertani.

Berikut pernyataan lengkap Habib Rizieq (klik videonya di sini):

Pesantren ini beberapa tahun terakhir ada yang mau usir ini pesantren, mau tutup ini pesantren dan menyebar fitnah, katanya, pesantren ini nyerobot tanah negara.

Ini perlu saya luruskan , tanah ini sudah kelar, sertifikat HGU nya ya atas nama PTPN salah satu BUMN. Itu tidak boleh kita pungkiri, tapi tanah ini sudah 30 tahun lebih digarap oleh masyarakat tidak pernah lagi ditangani oleh PTPN

Masyarakat menggarap tanah ini dan bertani di tanah ini. Yang ingin saya garis bawahi, ada UU di negara kita , pertama  UU Agraria.

Baca Juga: Ngaku Sempat Terkaget-kaget, Gus Yaqut Ingin Jadikan Agama Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi

Dalam UU Agraria, jika ada lahan kosong yang terlunta-lunta dan digarap oleh warga lebih dari 20 tahun, maka masyarakat berhak buat sertifikat. Ini bukan 20 tahun lagi tapi lebih dari 30 tahun

Yang kedua, UU Hak Guna Usaha (HGU), di situ disebutkan sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang atau akan dibatalkan jika:

1. Tanah  itu ditelantarkan oleh pemilik HGU atau si HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut itu, nah tanah ini HGUnya  milik PTPN tapi 30 tahun tidak dikuasai secara fisik dan 30 tahun ditelantarkan oleh PTPN dan mereka tidak berkebun lagi, brarti HGU nya batal. lalu tanahnya untuk petani dan warga.

Lalu tanah ponpes ini gimana? kami bayar ke petani, kami datangi petani nya. Saya ingin bangun pondok pesantren. Petaninya ramai-ramai datangi kami, ada yang punya 1 hektar, 2,5 hektar datang ke kami, mereka bawa surat yanh ditandatangani lurah, RT RW. Itu artiya saya beli. Saya over garap, saya bukan pemilik yang ada HGU.

Ini saya beli dengan uang saya, uang keluarga saya  uang kawan-kawan saya, uang sahabat saya bahkan uang titipan umat. Tidak ada tanah pribadi, ada 100 hektare tanah akan jadi markas syariat. Tidak sejengkal tanah pun untuk saya, anak saya, cucu saya atau keluarga saya, ini untuk umat.

Kalaupun ada rumah yang ditempati di sini, kalau saya sudah tidak mengajar di sini lagi, tidak berhak saya tempati, tapi untuk umat. Kitab-kitab saya beli, ada puluhan ribu judul saya kumpulkan dari sekolah. Dari dulu uang jajan setengahnya saya pakai buat beli buku dan kitab.

Kalau ada pihak-pihak yang ingin mengambil, maka kami akan pertahankan karena ini milik umat, bukan milik pribadi. Kalau memang ini tanah mau diambil negara, silakan, tapi kembalikan uang umat yang sudah merawat tanah ini, supaya kita bisa beli tanah untuk bangun pesantren yang sama, jadi jangan seenaknya merampas saja.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x