Quick Count, Representasi Akurasi Hasil Pilkada, Begini Cara Kerja Hitung Cepat yang Cukup Akurat

- 10 Desember 2020, 14:21 WIB
Pelipatan surat suara Pilkada Kabupaten Bandung 2020. Foto Ilustrasi
Pelipatan surat suara Pilkada Kabupaten Bandung 2020. Foto Ilustrasi /Pikiran-rakyat.com/Ade Mamad/

GALAMEDIA - Pencobolosan Pilkada telah usai pada 9 Desember 2020 kemarin. Saat ini, tinggal menunggu hasil pengitungan suara real count dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Namun, hasil pemilu sudah mulai terlihat, setidaknya dari hasil quick count yang sudah dilakukan sejumlah lembaga survei dan tim sukses masing-masing calon. Beberapa jam setelah pencoblosan beres, lembaga survei sudah mulai memperlihatkan hasil survei quick count pilkada secara bertahap sesuai dengan jumlah suara yang masuk.

Keren ya? Ya begitulah perkembangan ilmu dan teknolologi. Setidaknya quick count ini sudah digunakan beberapa kali pemilu, baik pemilu eksekutif maupun legislatif. Hal ini pun beriringan dengan menjamurnya lembaga survei.

Baca Juga: Awas Kebiasaan Ini Bisa Merusak Otak, Jangan Anggap Sepele

Tak masalah, yang jelas metodologi yang digunakan jelas, terukur, dan sesuai dengan SOP. Sehingga survei yang dilakukan hasilnya mendekati akurat dan tidak ditumpangi oleh "kepentingan" kelompok atau pribadi.

Mayoritas, quick count memang merepresentasikan real count oleh KPU. Dengan begitu, calon yang sudah dinyatakan menang quick count langsung banjir ucapan selamat, karena kemenangan sudah di tangan.

Apa sih quick count? Dikutip galamedia dari berbagai sumber, quick count dalam Bahasa Indonesa adalah hitung cepat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hitung cepat adalah metode untuk memverifikasi hasil pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah berdasarkan hasil yang diperoleh dari sejumlah tempat pemungutan suara yang dijadikan sampel.

Dengan begitu quick count atau hitung cepat adalah sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel.

Baca Juga: Sikat Gigi 2 Kali Sehari Bisa Tekan Risiko Terinfeksi Virus, Termasuk Corona, Ini Penjelasannya

Hitung cepat memberikan gambaran dan akurasi yang lebih tinggi, karena hitung cepat menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.

Cara kerja quick count
Quick count bekerja dengan mengambil data dari C1 Plano di TPS terkait yang kemudian diolah secara sistematis berdasarkan kerja matematis. Sampel data yang didapat itu kemudian diolah secara acak dari beberapa TPS yang dijadikan sebagai data, baik secara nasional, kabupaten/provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan.

Para lembaga survei ini tak perlu mencari data dari ribuan TPS yang ada di Indonesia. Mereka cukup menentukan beberapa TPS yang bakal menjadi sumber hitungnya itu, dikumpulkan, kemudian diolah. Paling tidak dari data yang diambil tersebut dapat mewakili hasil hitung di beberapa TPS.

Sementara itu, menurut Dian Permata, Peneliti Founding Fathers House (FFH) menjelaskan bila ada sekitar 810.000 TPS dan 80 daerah pilih (dapil), sampel yang ditarik harus dihitung secara menyeluruh sehingga dapat mewakili jumlah dan sebaran jumlah TPS ada.

Baca Juga: Politikus Top Berjatuhan ke Pelukannya, FBI Akhiri Petualangan Fang Fang Mata-mata Karismatik China

Data tersebut diolah melalui hasil pelaporan para relawan lembaga survei ada di lapangan. Mereka melaporkan hasil data yang didapat kepada PIC lembaga masing-masing. Setelah itu, pihak PIC (person in charge) yang bekerja di lembaga survei pun mengolahnya dengan menggunakan hitungan statistik dan matematis.

Setelah diolah, data diinput ke dalam satuan sistem big data yang telah disediakan. Terakhir, data jadi itu diumumkan melalui beberapa media untuk disampaikan kepada publik.

Kemungkinan margin of error
Hal selanjutnya yang banyak dipertanyakan setelah hasil quick count keluar ialah tingkat kepercayaan (level of confidence) dan rentang angka penyimpangan (margin of eror). Setiap data yang dikembangkan secara akademis sudah barang tentu punya plus–minus masing-masing.

Misalnya masalah penginputan data, yang dilakukan oleh manusia. Ini mungkin dapat terjadi human error, baik di ranah relawan yang bertugas mencatat data di lapangan maupun pada petugas penginput data. Mereka yang bertugas menghimpun data harusnya individu yang kompeten agar data yang disampaikan tidak termanipulasi oleh apa pun.

Baca Juga: KPK Terus Buru Dokumen Kasus Dugaan Korupsi Bansos Juliari Batura, Tinggal Dua Lokasi Tersisa

Namun di tahap ini, lembaga survei yang bekerja sama dengan KPU adalah lembaga yang sudah tervalidasi keamanan dan keabsahan datanya.

Selanjutnya ialah masalah teknologi dan kendala teknis. Hal ini berkaitan dengan masalah jaringan dan kuota data internet yang pihak lembaga gunakan. Bisa saja sewaktu-waktu masalah ini menjadi persoalan yang cukup krusial dan perlu diatasi lebih awal.

Meski begitu, secara operasional margin of eror terhadap perhitungan quick count relatif kecil. Setiap data yang diambil oleh para lembaga survei terbilang dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, metodologi perhitungan yang dilakukan pun tak jauh berbeda dengan hasil real count yang dilakukan oleh KPU, berdasarkan lembar C1. Dengan cara kerja yang seperti itu, hasil hitungan cepat dikenal lebih akurat daripada wawancara dan minim margin of eror.

Karenanya, sebagai lembaga survei dan big data, metode quick count cukup membantu untuk mendapat informasi yang cepat dan akurat.***

 

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x