GALAMEDIA - Belum lama ini ada seseorang yang mengaku mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Membicarakan mimpi melihat nabi, terlebih bertemu nabi dalam keadaan sadar pada masa ini, tentu menimbulkan tanda tanya.
Secara rasional, seperti dikutip galamedia dari laman nu.or.id, ini adalah hal yang musykil. Toh secara fisik, nabi sudah wafat sejak tahun 11 Hijriah. Sebagian orang yang memberi legitimasi tentang bertemu nabi, berdalil dengan hadits.
من رآني في المنام فسيراني في اليقظة ... (رواه الشيخان و غيرهما)
Artinya, “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan sadar...”
Baca Juga: Contoh Naskah khutbah Jumat bertema Dosa Paling Besar Setelah Syirik dan Kufur
Dengan hadits semacam ini, klaim-klaim perjumpaan dengan nabi diobral. Padahal dalam memahami hadits, apalagi terkait suatu tema, diperlukan cara yang selektif dan kritis dalam menggali kesimpulan tentang suatu hadits.
Permasalahan cara memahami hadits ini dikupas dalam buku At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah karya Al-Maghfurlah KH Ali Mustafa Yaqub.
Ia memperkenalkan bahwa dalam memahami hadits, perlu digunakan metode yang disebut dengan metode maudhu’i atau tematik. Tujuannya adalah agar didapatkan pesan nabi tentang suatu hal secara lebih komprehensif.
Baca Juga: Yuk Tadarus Alquran Surat Quran Surat Al Qadr, Ini Bacaan Arab, Latin, dan Terjemahnya
Pada dasarnya, hadits itu saling menafsirkan satu sama lain, karena sumbernya juga sama-sama dari nabi. Ringkasnya, metode ini dimulai dengan mengumpulkan hadits dari seluruh riwayat dan sumber yang memungkinkan tentang suatu tema.
Kemudian, hadits-hadits yang memiliki tema serupa atau saling menunjang maknanya itu diseleksi mana saja yang shahih. Dari sekian hadits shahih tersebut, kemudian dicari riwayat hadits yang bisa menjelaskan makna hadits-hadits shahih lain yang masih terlalu global atau menimbulkan kerancuan.