Saat Iblis Mengeluhkan Inkonsistensi Manusia kepada Allah SWT

- 31 Desember 2020, 22:27 WIB
ilustrasi tipu daya iblis yang menyesatkan manusia
ilustrasi tipu daya iblis yang menyesatkan manusia / pixabay/stefan keller//

Baca Juga: PNS Gigit Jari! Tak Ada Kenaikan Gaji, Pendapatan Minimal Rp9 Juta Batal Diterapkan di Tahun 2021

Berbeda halnya dengan hubungan sesama manusia, kebaikan sebesar gunung akan tertutupi oleh satu keburukan. Tidak jarang dari kita, mengakhiri hubungan pertemanan hanya karena satu kesalahan seorang teman, dan dengan seketika, kita abaikan banyak kebaikan yang pernah dia lakukan kepada kita sebelumnya.

Padahal, jika merujuk kisah di atas, penilaian kebaikan harus lebih didahulukan daripada penilaian keburukan. Karena pada hakikatnya, terhadap orang yang dicintainya pun, manusia bisa melakukan kesalahan, apalagi terhadap orang yang dia benci.

Tentu saja, ini tidak bisa dijadikan dalil untuk melakukan kesalahan, tapi paling tidak bisa membuka pikiran kita agar dapat melihat manusia secara menyeluruh, tidak secara parsial per-kesalahan dan kesalahan saja.

Lagi pula, ampunan Allah itu bersifat pasti, tidak seperti maaf dari manusia. Pintu maaf-Nya selalu terbuka lebar bagi siapa pun yang hendak memasukinya.

Baca Juga: 1,8 Juta Orang Meninggal Dunia, Presiden Jokowi Nyatakan 2020 Sebagai Tahun Terberat

Kasih sayang-Nya jauh lebih besar dari murka-Nya. Jadi, kita tak perlu ragu untuk selalu memohon ampunan-Nya setiap hari, bahkan jika kita merasa tidak berbuat dosa hari ini. Sebab, bisa saja kita melakukan dosa yang tidak kita sengaja. Misalnya, menyakiti perasaan orang lain tanpa kita sadari, melihat orang yang membutuhkan meski kita mampu membantunya, atau menendang sampah di jalanan tanpa hasrat memungutnya.

Di samping itu, merasa tidak berbuat salah atau dosa adalah sesuatu yang perlu kita “istighfari” juga.

Kita harus berjuang untuk menghindari perbuatan salah. Sebab, semakin banyak kesalahan dan dosa terkumpul, sisi kebaikan kita semakin tertepikan. Jangan sampai dosa yang menumpuk terlalu banyak, membuat kita kehilangan kemampuan untuk meminta maaf dan memaafkan.

Jangan sampai kesalahan yang banyak itu melalaikan kita dari memohon ampunan-Nya. Sebab, jika sesuatu sudah menjadi kebiasaan, yang mulanya masih terlihat sebagai kesalahan, perlahan-lahan menjadi hal yang lumrah.

Halaman:

Editor: Dicky Aditya

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x