Ketika Fotokopi Menjadi Teknologi Disruptif

- 30 Juli 2023, 06:20 WIB
Chester Carlson, Fisikawan penemu Xerography./Twitter Xerox
Chester Carlson, Fisikawan penemu Xerography./Twitter Xerox /
 
GALAMEDIANEWS - Pada suatu waktu di masa lalu, teknologi fotokopi dianggap sebagai suatu keajaiban. Sebuah artikel pada majalah Time tahun 1976 bahkan menanyakan dengan singkat, "Apa yang Telah Diciptakan oleh Xerox?"
 
Namun, di balik inovasi yang menarik ini, tersembunyi efek disruptif yang akan mengguncang dunia penerbitan dan membawa konsekuensi yang tak terduga.
 
Sebuah eksperimen imajinatif dalam artikel tersebut mengajukan pertanyaan menarik: Jika ada dewa yang penuh inovasi menawarkan sebuah perangkat yang akan mengembangkan penyebaran informasi dengan pesat, apa yang akan terjadi?
 
 
Namun, seperti kisah mitologi, ada harga yang harus dibayar. Dewa tersebut meminta presiden mengundurkan diri dan membocorkan tumpukan rahasia pemerintah dan korporat kepada publik.
 
Artikel tersebut merujuk pada kasus Watergate dan Daniel Ellsberg yang menggunakan fotokopi untuk membocorkan Pentagon Papers ke media. Dalam kenyataannya, apa yang dianggap imajinatif telah menjadi kenyataan.
 
Meskipun Uni Soviet mengendalikan ketat teknologi foto kopi, mengatur mesin-mesin tersebut hingga tahun 1989, dunia bebas harus berurusan dengan "konsekuensi" dari kebebasan tersebut.
 
Kekhawatiran atas teknologi ini tercatat dalam majalah Time, yang mencatat beberapa dampak negatif dari fotokopi ini. Pertama, foto kopi mendorong pemborosan dan kemalasan, menghambat kreativitas, dan merusak hukum hak cipta.
 
 
Hal terakhir menjadi keprihatinan utama bagi penerbit dan penulis, karena masalah ini telah berkembang selama lebih dari satu dekade. Sebagaimana dikatakan oleh Malcolm McLaren pada tahun 1993, "Gutenberg membuat semua orang menjadi pembaca, Xerox membuat semua orang menjadi penerbit..."
 
Sejak 1963, artikel-artikel menyayangkan dampak foto kopi pada penerbit dan penulis. Misalnya, ada kisah seorang profesor di Texas yang membuat antologi khusus untuk mahasiswanya, sehingga "mengkhianati para penyair dan penulis cerita pendek dari hak royalti antologi."
 
Penulis tersebut juga memperingatkan bahwa "Ancaman foto kopi membawa revolusi teknologi ke dunia penulis, yang merupakan salah satu golongan individu terakhir di antara kita," sehingga "akan membuat kehidupan para penulis freelance menjadi lebih berbahaya daripada saat ini."
 
 
Penerbit ilmiah juga merasa terancam, dengan mencatat bahwa "ini merupakan ancaman bagi penghidupan ilmuwan. Penerbit materi ilmiah... berisiko mengalami kerugian dalam waktu dekat jika biaya foto kopi bisa lebih ditekan."
 
Salah seorang eksekutif penerbitan, Curtis Benjamin dari McGraw-Hill, bahkan memperingatkan bahwa kemajuan ilmiah bisa terhambat jika pasar terpengaruh. Perpustakaan pun menjadi tempat kontroversial karena menjadi tempat populer untuk mengakses mesin foto kopi.
 
Artikel tersebut berpendapat bahwa diperlukan sosok seperti Mark Twain untuk muncul kembali, karena di masa lalu ia telah memimpin gerakan "menggulirkan beberapa hukum hak cipta yang berlaku secara universal melawan pembajakan internasional karya-karya penulis."
 
 
Pada tahun 1968, seorang penerbit menggugat pemerintah (terutama Perpustakaan Nasional Kedokteran dan Institut Kesehatan Nasional) karena melakukan foto kopi dan mendistribusikan materi penerbitannya.
 
Penerbit tersebut kalah dalam gugatannya, kemudian mengajukan banding, namun Mahkamah Agung memutuskan menentangnya, menciptakan preseden baru yang penting mengenai konsep "penggunaan wajar" dalam hak cipta.
 
Pada tahun 1976, Undang-Undang Hak Cipta direvisi, dan perpustakaan berusaha untuk mendapatkan pengecualian - mengutip kasus tersebut - mereka tidak mendapatkan pengecualian menyeluruh, tetapi beberapa izin diberikan untuk para pengunjung yang ingin mereproduksi karya untuk penelitian, serta mengganti dan melestarikan dokumen.
 
Hanya tujuh tahun kemudian, ARPANET diluncurkan, jaringan komputer yang akhirnya berkembang menjadi internet, membuat ancaman dari foto kopi dan reproduksi fisik tampak kuno bagi para penerbit.
 
 
Dari kejayaan foto kopi hingga munculnya internet, perkembangan teknologi selalu menyertai dampak disruptif pada berbagai industri. foto kopi membuka jalan bagi penyebaran informasi yang lebih luas, tetapi juga menimbulkan tantangan baru bagi dunia penerbitan.
 
Namun, seiring perubahan zaman, kemajuan teknologi terus berlanjut, dan dunia harus siap untuk menghadapi disrupsi yang tak terelakkan dalam era digital ini.***

Editor: Dadang Setiawan

Sumber: NewArt Press


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah