7 Negara Ini Bekerja Sama untuk Kurangi Dampak Penggunaan Pestisida dan Sampah Plastik, Apa Indonesia Termasuk

- 14 Maret 2024, 15:25 WIB
Ilustrasi perkebunan. Sejumlah negara sepakati untuk mengurangi penggunaan pestisida dan sampah plastik di bidang pertanian dan perkebunan.
Ilustrasi perkebunan. Sejumlah negara sepakati untuk mengurangi penggunaan pestisida dan sampah plastik di bidang pertanian dan perkebunan. /pexels/pixabay/

GALAMEDIANEWS – Beberapa negara ini telah berdampak pada penggunaan pestisida dan sampah plastik memicu polusi beracun. Apakah Indonesia termasuk negara yang melakukannya.

Negara seperti Ekuador, Kenya, Laos, Filipina, Uruguay dan Vietnam bekerja sama untuk mengurangi dampak lingkungan dari sektor pertanian. Penggunaan pestisida dan sampah plastik sangat berbahaya karena melepaskan polusi beracun, yang juga membahayakan kesehatan.

7 negara itu telah sama memberikan inisiatif senilai Rp 5,906,677,100,000, untuk mengatasi polusi akibat penggunaan pestida dan sampah plastik di bidang pertanian. Bahan kimia berperan penting dalam pertanian,  hampir sekitar 4 miliar ton pestisida dan 12 miliar kg plastik pertanian digunakan setiap tahunnya.

Baca Juga: KP3 Kabupaten Bandung Lakukan Pembinaan dan Monitoring Pengawasan Pupuk dan Pestisida

Meski bahan kimia ini bermanfaat bagi hasil pangan, bahan kimia memicu risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Ditemukan sebanyak 11.000 orang meninggal akibat dampak racun pestisida setiap tahunnya, dan residu bahan kimia dapat merusak ekosistem, mengurangi kesehatan tanah dan ketahanan petani terhadap perubahan iklim.

Pembakaran plastik pertanian juga berkontribusi terhadap krisis polusi udara yang sebabkan satu 9 kematian di seluruh dunia. Pestisida yang berbahaya dan plastik pertanian yang tidak dikelola dengan melepaskan polutan organik persisten mengandung bahan kimia beracun yang tidak terurai di lingkungan dan mencemari udara, air, dan makanan.

Baca Juga: Bikin Tajir! Sampah Sekarang Dapat Diekstraksi Menjadi Emas, Bagaimana Hal ini Bisa Terjadi?

Sehingga akan memberikan sedikit insentif bagi petani untuk menerapkan praktik yang lebih baik. Program Pembiayaan Pengurangan dan Pengelolaan Agrokimia atau FARM dipimpin oleh Program Lingkungan PBB (UNEP) dengan dukungan keuangan  dari Fasilitas Lingkungan Global (GEF) berupaya mengubah hal tersebut bagi bank dan pembuat kebijakan untuk membantu  mencari alternatif lain untuk bahan kimia pertanian yang rendah dan non kimia dibandingkan

Program 5 tahun ini dapat mencegah pelepasan lebih dari 51.000 pestisida berbahaya dan lebih dari 20.000 ton sampah plastik, mencegah 35.000 ton emisi karbondioksida dan melindungi lebih dari 3 juta hektar lahan dari degradasi seiring dengan konversi lahan pertanian.

“Sistem pertanian ini sangat bergantung pada bahan kimia berbahaya, hal ini tidak perlu dilakukan, FARM menawarkan model alternatif, memberdayakan petani dengan pengetahuan dan sumberdaya untuk beralih ke tahap berkelanjutan agar menjaga kesehatan dan lingkungan serta meningkatkan hasil dan keuntungan,” ucap Anil Sookdeo, Koordinator Bahan Kimia di GEF dikutip dari Environment Programee pada Kamis, 14 Maret 2024.

Baca Juga: Sampah Jadi Sumber Daya Ekonomi Bernilai Tinggi, Begini Langkah yang Dilakukan Pemkab Bantul

Program FARM mendukung peraturan pemerintah untuk menghilangkan bahan kimia pertanian dan plastik pertanian yang mengandung POPS dan mengadopsi standar pengelolaan yang lebih baik, memperkuat kriteria perbankan, asuransi dan investasi untuk meningkatkan ketersediaan pengendalian hama yang efektif, alternatif produksi dan perdagangan, produk yang berkelanjutan.

“Produktivitas dan keamanan pangan tergantung pada indentifikasi praktik yang lebih baik dan alternatif yang lebih aman dibandingkan pestida yang sangat berbahaya. Adopsi adalah kunci untuk meningkatkan alternatif ini, karena tidak ada pilihan sealin respons yang kuat dan terkoordinasi terhadap krisis polusi,” ucap Sheila Aggarwal-Khan, selaku Direktur Divisi Industri dan Ekonomi UNEP.

Acara peluncuran FARM menghadirkan perwakilan dari 7 negara dengan lebih dari 100 mitra dan pemangku kepentingan yang terlibat langsung dalam program ini, termasuk bank pemerintan dan swasta, pembuat kebijakan,koperasi petani,produsen agrokimia dan plastik, organisasi internasional, masyarakat sipil, akademisi, dan pengecer.

Hal ini juga menandai perubahan langkah dalam upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga keuangan, petani, dan produsen untuk mencegah polusi yang dihasilkan dari pertanian dan membuka akses bagi sistem pangan yang adil dan berketahanan.***

Editor: Heriyanto Retno

Sumber: Environment Programme


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x