Jokowi Hapus Pancasila dan Bahasa Indonesia, Refly Harun : Keduanya Memang Formalitas Saja

19 April 2021, 10:36 WIB
Lambang Garuda Pancasila sebagai lambang Negara Indonesia. /bpip.go.id

 

GALAMEDIA – Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 tahun 2021 mengenai Standar Nasional Pendidkan yang diteken Presisden Jokowi pada 30 Maret menyatakan tak lagi mencantumkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Standar Nasional Pendidikan.

Dalam aturan ini, pemerintah memutuskan untuk menghilangkan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Standar Nasional Pendidikan pada kurikulum pendidikan tinggi.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Hendarman pun angkat bicara terkait hal ini.

“Ketentuan mengenai kurikulum pendidikan tinggi pada PP SNP mengikuti UU Sisdiknas,” Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Hendarman, dikutip melalui laman resmi.

Baca Juga: Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis Monitoring Pelaksanaan PBM Tatap Muka di Sejumlah Sekolah

Hendarman menjelaskan, terbitnya PP 57/2021 merupakan turunan dari UU 20/2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional UU 12/2021.

“Sehingga kembali kami tegaskan bahwa mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia tetap menjadi mata kuliah wajib di jenjang pendidikan tinggi,” tandasnya.

Pengamat hukum tata negara yakni Refly Harun turut menanggapi hal ini melalui Youtube Refly Harun berjudul “GAWAT!! JOKOWI HAPUS PENDIDIKAN PANCASILA DAN BAHASA INDONESIA!!”.

Refly merasa bahwa pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia terkadang hanya sebagai formalitas.

Meskipun begitu, kedua pelajaran ini tak boleh dihilangkan, menurut Refly.

“Begini, mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia itu kadang saya merasa (hanya sebagai) formalitas, tapi bukan berarti dihilangkan, itu satu soal dulu,” ujar Refly.

Baca Juga: Masjid Istiqlal Jadi Sasaran Aksi Teror, Sebuah Bom Meledak di Lantai Dasar pada 19 April 1999

Refly pun menceritakan bahwa saat ia bersekolah dan kuliah, ia tidak mendapat pelajaran Bahasa Indonesia yang baik.

Refly lalu menjelaskan keterkaitan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing seperti Inggris dan Arab dan mengatakan bahwa kita memerlukan Bahasa Indonesia setiap waktunya.

“Kita membutuhkan Bahasa Indonesia most of the time (setiap waktu),” tandasnya.

Oleh karena itu, menurut Refly justru pendidikan Bahasa Indonesia justru perlu diperkuat.

“Jadi menurut saya, pembelajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi justru harus diperkuat, tidak boleh sekedar formalitas, tetapi harus bisa memberikan anak didik sebuah keterampilan membaca, menulis, dan bertutur yang baik dalam Bahasa Indonesia,” ucap beliau.

Baca Juga: Persita dan Sulut United Sampaikan Kabar Duka, Leo Soputan Meninggal Dunia

Refly kemudian memaparkan lagi bahwa saat di perguruan tinggi ia mendapatkan pendidikan Pancsila yang bersifat indoktrinasi.

“Nah bagaimana dengan Pancasila? Sekali lagi ketika saya di perguruan tinggi Pancasila yang diajarkan adalah Pancasila di era orde baru, butir - butir Pancasila di perguruan tinggi, kemudian penataran Pancasila semuanya bersifat indoktrinasi,” kata dia.

Pendidikan Pancasila itu tidak mengolah daya pikir dan sebagai siswa atau mahasiswa kita tidak boleh mengkritisinya, menurut Refly.

“Tidak mengolah daya pikir kita, tidak mengembangkan daya nalar kita, tidak mengembangkan daya demokratis kita, semuanya dimasukkan begitu saja, tanpa kita bisa memikirkannya atau mengkritisinya,” sambungnya.

Padahal kekritisan adalah hal yang diperlukan saat belajar Pancasila, menurut Refly.

Baca Juga: Persita dan Sulut United Sampaikan Kabar Duka, Leo Soputan Meninggal Dunia

“Padahal justru kekritisan dibutuhkan ketika kita belajar Pancasila,” ucapnya.

Dari perguran tinggi seharusnya kita semua belajar Pancasila dengan kritis, menurut Refly.

"Harusnya diperguruan tinggi kita belajar Pancasila dengan kritis, menggunakan Pancasila sebagai sebuah parameter," tuturnya. ***

SUMBER : https://www.youtube.com/watch?v=hvHrjw3cDIQ

 

Editor: Kiki Kurnia

Tags

Terkini

Terpopuler