Rocky Gerung: Seharusnya Pejabat Miskin, Bukan Bertambah Kaya Sesuai Etika Reformasi!

13 September 2021, 20:16 WIB
Rocky Gerung soroti naiknya harta pejabat di masa pandemi. /Instagram/@rocky_gerung_official

GALAMEDIA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa sebanyak 70,3 persen pejabat negara mengalami kenaikan hartaa kekayaan selama pandemi Covid-19 terjadi.

Hal ini terlihat melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam situs https://www.elhkpn.kpk.go.id/ pada 2020-2019 yang dilaporkan secara periodik.

Pengamat politik Rocky Gerung turut mengomentari kenaikan harta tersebut, terkhusus kenaikan yang dialami Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui, kekayaan Jokowi bertambah sekitar Rp 8,8 miliar bila dibandingkan dengan LHKPN sebelumnya tahun 2019.

Baca Juga: WASPADA! Banyak Virus Covid-19 Berkembang Biak dan Berpindah Inang

Baca Juga: Muhaimin Iskandar Bakal Dideklarasikan Sebagai Capres 2024, PKB: Tokoh Politik yang Paripurna

Tahun 2019, kekayaan Jokowi diketahui tercatat sebesar Rp 54.718.200.893. Sementara tahun 2020, kekayaan presiden ke tujuh itu menjadi Rp 63.616.935.818.

Mulanya, Rocky menjelaskan mengenai ethical guidance yang ditetapkan pada masa reformasi.

“Coba saya ulas dulu filosofi reformasi ya. Waktu kita reformasi, dulu kita tetapkan supaya ada semacam ethical guidance (tuntunan etis), karena belum bisa dibuatkan hukumnya,” ujarnya melalui kanal YouTube Rocky Gerung Official Senin, 13 September 2021.

“Yaitu, siapapun yang memegang jabatan negara, kekayaannya tidak boleh bertambah. Bahkan seharusnya dia lebih miskin dibandingkan ketika dia jadi pejabat itu,” imbuhnya.

Menurutnya, itu merupakan ukuran etik agar mereka (pejabaat) tidak dianggap korupsi.

“Itu ukuran etik supaya kita anggap dia tidak korupsi,” tuturnya.

Baca Juga: Matahari Terbit dari Barat Pernah Terjadi di Bumi, Berpotensi Terjadi Paling Cepat 1.000 Tahun Kemudian

Sehingga terlihat kontras ketika 70,3 persen pejabat negara hartanya naik, sementara rakyat hidup menderita.

“Jadi agak ajaib sekarang kalau ada 70,3 persen pejabat negara itu naik kekayaannya, sementara kehidupan rakyat itu nelangsa tuh,” ungkapnya.

Bahkan, jika harta kekayaan para pejabat stabil, lanjut Rocky, itu sudah menjadi pertanyaan.

“Bahkan dia stabil saja itu sudah tanda tanya,” sambungnya.

Ahli filsuf ini menyampaikan, reformasi mau menjelaskan bahwa pejabat harus lebih miskin ketika mereka selesai berkuasa.

“Jadi reformasi mau menerangkan kedudukan etis dari kepejabatan publik, yaitu dia harus lebih miskin ketika dia selesai berkuasa tuh. Karena itu menunjukkan dia mengabdi,” katanya.

Baca Juga: Sri Mulyani Ajukan Tarik PPN Sembako, Jasa Pendidikan dan Kesehatan ke DPR: Warga Tak Mampu Diberi Subsidi

Lebih lanjut, Rocky membahas mengenai bisnis yang digeluti sejumlah pejabat.

“Padahal menjadi pejabat negara itu sepenuh-penuhnya tidak punya kaitan apapun dengan bisnis, karena dia sudah dibayar oleh publik melalui pajak,” jelasnya.

Bagi Rocky, etika tersebut sudah dilanggar oleh pejabat.

“Jadi etika itu sudah dilanggar,” ucapnya lagi.

Dia berkesimpulan, pejabat negara ternyata memanfaatkan kekuasaannya untuk berbisnis atau mereka tidak bekerja dengan optimal.

“Jadi ajaib, berarti selama berkuasa dia memanfaatkan kekuasaan untuk berbisnis, atau selama berkuasa dia tidak sepenuh-penuhnya menjalankan tugasnya tuh,” pungkasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler