Kirim Pesan ke Aktivisi HAM, Jaksa Agung: Tak Ada Alasan Untuk Tidak Terapkan Hukuman Mati

18 November 2021, 18:15 WIB
Jaksa Agung Burhanuddin /Foto: penkumkejagung/beritasubang.pikiran-rakyat.com

 

GALAMEDIA - Konstitusi memberikan ruang penerapan hukuman mati termasuk bagi koruptor alis begal uang rakyat.

Hal tersebut diungkapkan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam sebuah acara diskusi daring, Kamis, 18 November 2021.

"UUD 1945 tak melarang penerapan hukuman mati," ucapnya.

Pernyataan tersebut sebagai respons kepada aktivis hak asasi manusia (HAM) yang menolak hukuman mati diterapkan.

"Penolakan para aktivis HAM ini tentunya tidak bisa kita terima begitu saja, sepanjang konstitusi pemberian ruang yuridis dan kejahatan korupsi secara nyata sangat merugikan negara," ujarnya.

Baca Juga: Beredar 'Pesan Berantai' Penemuan Baju Yana Supriatna di Cadas Pangeran, Begini Penjelasan IEA Sumedang

Sehubungan dengan itu, ia dengan tegas menyatakan, hukuman mati tetap harus diterapkan.

"Maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerapkan hukuman mati," tambahnya.

Ia tak setuju apabila rencana itu ditolak oleh para aktivis HAM hanya karena tak ada jaminan dapat menurunkan kuantitas kejahatan korupsi. Sebab, tindak pidana korupsi dinilainya sangat merugikan negara.

Menurutnya, penerapan HAM harus selaras dengan kewajiban asasi yang dilakukan oleh setiap individu. Negara akan melindungi hak asasi setiap orang.

Namun di sisi lain, orang tersebut juga memiliki kewajiban untuk menghormati hak orang lain.

Baca Juga: BNPB Keluarkan Peringatan! Hari Ini 4 Provinsi Ini Waspada Banjir

Dalam Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 dijelaskan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Dia mengatakan itu berfokus pada pengaturan HAM.

Akan tetapi, dalam Pasal 28 J ayat (1) dijelaskan bahwa setiap orang diwajibkan menghormati HAM yang lain dengan tertib kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemudian, dalam penutup pasal itu dijelaskan bahwa HAM dapat dibatasi dan tidak bersifat mutlak.

"Negara dapat mencabut HAM setiap orang apabila orang tersebut melanggar Undang-undang. Dengan demikian berdasarkan ketentuan di dalam pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 tersebut," ucap dia.

"Maka penjatuhan sanksi pidana mati untuk koruptor yang selama ini terhalangi oleh persoalan HAM dapat dilegalkan," tambahnya.

Baca Juga: Mobilitas Warga Bakal Kembali Diperketat, Begini Penjelasan Menko PMK

Efek jera, kata dia, harus diberikan. Bukan sekadar bertujuan agar para terpidana enggan untuk mengulangi kejahatannya, tetapi juga dapat membuat masyarakat jadi lebih menghindari perbuatan korupsi.

Burhanuddin mengatakan bahwa koruptor kerap berganti-ganti dan tumbuh dimana-mana.

"Mengapa ribuan perkara sudah diungkap, dan ribuan pelaku korupsi telah dipidana, kenapa justru kualitas dan kerugian negara semakin meningkat?" kata dia.

Sebagai informasi, hukuman mati bagi koruptor diperbolehkan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pelaku korupsi di dalam keadaan tertentu dapat dijatuhi hukuman pidana mati.

Misalnya terhadap pelaku korupsi dana-dana untuk penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, kerusuhan sosial yang meluas, hingga penanggulangan krisis ekonomi dan moneter.

Hanya saja, hingga saat ini belum ada penerapan pasal tersebut bagi koruptor di Indonesia.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler