Polisi Harus Tolak Laporan Immanuel Ebenezer Soal Ubedilah, Pakar Hukum Pidana: Dia Malah Berpolitik Praktis

19 Januari 2022, 21:10 WIB
Pakar Hukum Pidana Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H . /Tangkapan layar YouTube./

GALAMEDIA - Pakar Hukum Pidana Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H menilai pelapor Ubedilah Badrun, yakni Immanuel Ebenezer harus belajar dulu tentang hukum pidana material dan formal.

Hal itu diungkapkannya saat berbincang-bincang dengan Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun pada kanal YouTube, Rabu, 19 Januari 2022.

Selain itu, dosen Universitas Islam Sultan Agung Semarang ini menilai pelapor tak paham ketika dia menjabat sebagai pejabat negara --salah satunya yakni komisaris BUMN-- untuk tidak boleh berpolitik.

"Nah ini dia malah berpolitik praktis. Ini enggak boleh," ujarnya.

Seperti diketahui, Ubedilah Badrun melaporkan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep terkait kasus kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun pria yang biasa disapa Noel ini malah melaporkan Ubedilah ke polisi dengan tudingan pencemaran nama baik dan fitnah.

Baca Juga: Resmi ! Harga Minyak Goreng Hari Ini Rp 14.000 per Liter, Banyak Pembeli Mengantre di Minimarket

"Kita harus meluruskan kembali pemahaman masyarakat. setiap warga negara yang tahu ada praktik KKN berhak melapor," ujar Muhammad Taufiq yang juga berprofesi sebagai pengacara ini.

Terlebih, lanjut dia, pelapor itu dilindungi UU nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Seseorang yang melaporkan sebuah perbuatan pidana tidak bisa dituntut balik baik dituntut pidana maupun perdata," ujarnya.

"Jadi jika seperti itu, saya harap Mabes Polri tak bisa melakukan proyustisia melakukan pemeriksaan dan sebagainya," lanjut dia.

Terus, kata dia, kasus yang dilaporkan sudah ditangani KPK atau belum. Kalau belum ditangani kemudian sudah ditersangkakan karena melaporkan maka terjadi dua kesalahan.

"Kesalahan UU perlindungan Saksi dan Korban, dan kesalahan secara materiil perkaranya belum diuji di pengadilan," ungkapnya.

Terlepas dari itu, ia menilai seharusnya masyarakat berterima kasih ada orang seperti Ubedilah Badrun. Bahkan menurut peraturan presiden, ia berhak mendapatkan Rp200 juta.

Baca Juga: Beda Pandangan Kapolri dan Eks Menkes, Peningkatan Kasus Omicron Kabar Baik atau Buruk?

Ia pun mengingatkan soal semangat reformasi 1998. Seperti diketahui, Noel mengklaim dirinya adalah aktivis 98.

"Tuntutan reformasi itu ada tiga kan. Turunkan Pak Harto, turunkan harga, nah ini kan belum, dan hapusnya KKN," ujarnya.

Ia pun menilai tidak ada pelanggaran etika yang dilakukan Ubedilah Badrun sebagai aparatur sipil negara (ASN).

"Tak ada kesalahannya. Justru, kita harus apresiasi karena ia itu berisiko sebagai ASN karena bisa mengganggu karirnya," katanya.

"Jadi, bagi yang membuat pelaporan harus belajar dulu, hukum pidana material dan formal," ujar dia.

Ia pun menilai seharusnya polisi menolak laporan Noel karena azasnya jelas. "Perkara pidana tak bisa dibebaskan kepada orang lain. Artinya, Kaesang dan Gibran, yang harus melapor sendiri, tak bisa diwakilkan," katanya.

Ketika ditanya Refly Harun apa alasan polisi menerimanya, Taufik mengasumsikan hal itu karena polisi bertindak sebagai hakim. Hakim tidak boleh menolak perkara.

"Tapi itu perdata, kalau pidana seyogyanya polisi memberikan nasihat kepada pengadu atau pelapor," katanya.

Ia pun mencontohkan kasus yang menimpa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat sebagai Presiden. Saat itu SBY datang sendiri untuk melaporkan kasus fitnah.

"Nah itu, karena beliau sudah paham," katanya.***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler