AS Sebut BUMN China Mirip VOC, Tensi Ketegangan Makin Menjadi

17 Juli 2020, 15:05 WIB
Konvoi armada laut Amerika Serikat di Laut China Selatan. (Antara) /Argo/

GALAMEDIA - Tensi ketegangan antara Amerika Serikat dan China semakin menjadi. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo kembali mengatakan bahwa AS menolak klaim wilayah China di Laut China Selatan.

Ia juga menyebut aksi yang dilakukan Beijing itu 'melanggar hukum'. Menurutnya, Laut China Selatan bukanlah bagian dari kekaisaran maritim China.

"Jika Beijing melanggar hukum internasional dan negara-negara bebas tidak melakukan apa-apa, sejarah menunjukkan bahwa Partai Komunis China akan mengambil lebih banyak teritori," tutur Pompeo.

Baca Juga: Aktris Catherine Wilson Ditangkap Terkait Narkoba, Polisi Temukan Paket Sabu

"Pernyataan kami memberi dukungan signifikan kepada pemimpin ASEAN yang telah mendeklarasikan bahwa sengketa di Laut China Selatan harus diselesaikan lewat hukum internasional," jelas Pompeo.

Pada 2016, Mahkamah Arbitrase PBB mengabulkan keberatan yang diajukan Filipina terkait klaim wilayah China di Laut China Selatan.

Kedua negara bersengketa soal Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang mencakup sejumlah pulau yang sebagian besar tidak berpenghuni, Kepulauan Paracel dan Spratly.

Baca Juga: Seluruh Penumpang Dipastikan Tewas, Helikopter Militer Milik Taiwan Jatuh di Pangkalan Udara

Selain Filipina, dalam pernyataan tertulisnya yang dirilis Senin, 13 Juli 2020, Pompeo juga mengatakan, "Beijing gagal mengedepankan klaim yang koheren dan taat hukum di Laut China Selatan, oleh karenanya Amerika Serikat menolak setiap klaim China," tegas dia dilansir dari BBC News Indonesia, Jumat 17 Juli 2020.

"Di perairan yang mengelilingi Tepi Vanguard (lepas pantai Vietnam), Dangkalan Luconia (lepas pantai Malaysia), perairan di ZEE Brunei, dan Natuna Besar (lepas pantai Indonesia)," ungkap Pompeo.

David Stilwell, Asisten Sekretaris Negara untuk Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik mengatakan, perusahaan-perusahaan negara China yang mendukung 'intimidasi' militer di Laut China Selatan adalah East India Company (VOC) modern. VOC adalah organisasi dagang Belanda pada masa kolonial.

Baca Juga: Hilang Sejak Kamis Sore, Aulia Ditemukan dalam Toren Penampungan Air 

"Sejumlah perusahaan pariwisata, telekomunikasi, perikanan dan perbankan yang dimiliki oleh pemerintah China berinvestasi di beberapa cara yang memungkinkan klaim dan perundungan ilegal Beijing," terang David dalam diskusi virtual yang digelar oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), Selasa, 14 Juli 2020.

David menyebut, armada kapal nelayan China di Laut China Selatan kerap beroperasi sebagai milisi maritim di bawah perintah militer China. Mereka melecehkan dan mengintimidasi yang lain sebagai alat koersi negara yang penuh kekerasan.

"Perusahaan-perusahaan negara tersebut serupa dengan VOC jaman modern," tegasnya.

Baca Juga: Putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka Calon Wali Kota Solo dari PDIP

Ketegangan di Laut China Selatan telah terjadi tahun ini antara China dengan Vietnam dan Malaysia, yang membuat Amerika Serikat mengirim kapal perangnya.

Sementara itu, menyikapi pernyataan pihak AS, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengungkapkan kekhawatiran Indonesia terkait ketegangan di wilayah sengketa Laut China Selatan.

Retno mengatakan hal itu dalam konferensi pers, Kamis 16 Juli 2020. Ia menuturkan, Indonesia meminta semua pihak untuk tidak melakukan tindakan yang dapat memperburuk suasana di wilayah Laut China Selatan.

Baca Juga: Gus Sahal Protes Soal Menkes Terawan ke Jokowi: Ga Becus, Makin Kelihatan Ngawurnya

"Indonesia menegaskan pentingnya semua negara untuk berkontribusi dalam mempertahankan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," katanya.

"Dan menyerukan kepada semua negara untuk menahan diri dalam mengambil tindakan yang mungkin dapat meningkatkan ketegangan wilayah," sambung Retno.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler