Komnas HAM Ingin Selamatkan Muka Polri? Tak Ada Bukti Valid Laskar FPI Bawa Senjata Api

- 11 Januari 2021, 20:39 WIB
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin 14 Desember 2020.
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin 14 Desember 2020. /Antara Foto/M Ibnu Chazar/

GALAMEDIA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah merilis hasil investigasi terkait insiden penembakan polisi terhadap pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) di Km 50 Tol Cikampek.

Saat itu Komnas HAM menyinggung soal kepemilikan senjata api pengawal HRS.

Terkait temuan Komnas HAM itu, pengacara FPI Sugito Atmo Prawiro mengeluarkan tanggapan. Disebutkan, tak ada bukti valid pengawal HRS memegang senjata api.

"Di sisi yang lain tidak ada pula keterangan dengan bukti penjelas ihwal kebenaran adanya kepemilikan senjata api oleh laskar FPI yang mengawal HRS pada Senin dinihari, 7 Desember tersebut," kata Sugito, Senin 11 November 2020.

Baca Juga: Gara-gara Blusukan di DKI Jakarta, Mensos Risma Dilaporkan Warga Surabaya ke Polda Metro

Dikatakan, jika mencermati hasil temuan, maka pengujian, analisis, kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan Komnas HAM, betapa sangat kental adanya kesan keraguan dengan menyampaikan laporan setengah matang dan tak tuntas.  

"Diduga kuat hal ini sengaja dilakukan untuk 'menyelamatkan' institusi Polri agar tidak 100 persen kehilangan muka," beber dia.

Menurutnya, masih ada usaha untuk membangun semacam impunitas bagi pelaku dan pemberi perintah penembakan terhadap 6 Laskar FPI tersebut.  

Baca Juga: Pinangki Dituntut 4 Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta

Kesan itu kuat ketika laporan Komnas HAM menyebut bahwa 2 di antara 6  korban tewas, adalah pemilik senjata api yang melakukan pengadangan dan perlawanan terhadap petugas kepolisian.  

"Di mana kemudian terjadi aksi tembak menembak antara dua anggota FPI dan polisi yang berbuntut tewasnya kedua anggota FPI tersebut."

"Dari situ tampak bahwa peristiwa kematian dua orang laskar FPI tersebut ingin di-framing sebagai suatu peristiwa wajar terjadi ketika polisi hendak menegakkan hukum."

Baca Juga: Menag Gus Yaqut Dikunjungi Dubes Arab Saudi, Kuota Haji 2021 Indonesia Masih Misteri

"Oleh karenanya kematian kedua orang anggota FPI tersebut berusaha diklasifikasikan tewas dalam peristiwa penegakan hukum (lawfull killing)," urainya.

"Padahal jika mau tindak lanjuti secara yuridis, untuk penegakan hukum pada perkara apakah sampai memaksa polisi harus terlibat baku tembak dengan FPI?".

Baca Juga: Hemat di Awal Tahun, Merchant Baru ShopeePay Berikut Hadirkan Cashback 30%

"Perkara pelanggaran protokol kesehatan ataukah polisi sedang menghadapi buronan kakap teroris dan narkoba? Atas pertimbangan apakah para pelanggarnya harus ditangkap dengan kekuatan senjata?," tandasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x