Negara yang Mayoritas Penduduk Muslim Alami Ketertinggalan, Ini Penyebabnya Menurut Ma'ruf Amin

- 11 Februari 2021, 18:54 WIB
Wapres Maruf Amin.
Wapres Maruf Amin. /Foto: Dok BPMI Setwapres/

GALAMEDIA - Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin membeberkan alasan kenapa negara dengan penduduk mayoritas muslim yang di Antaranya Indonesia, mengalami ketertinggalan. Menurutnya karena cara berpikir yang sempit.

"Hal itu yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak negara berpenduduk Muslim masih tergolong underdeveloped country dan mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan, iptek, dan bidang lainnya," kata Wapres Ma’ruf dalam Seminar Internasional berjudul Membangun Peradaban Islam Berbasis Masjid secara daring di Jakarta, Kamis, 11 Februari 2021 seperti dikutip dari Antara.

Ma'ruf mencontohkan cara berpikir sempit, kepercayaan soal pandemi Covid-19 adalah sebuah konspirasi yang secara tidak langsung akan memperlambat penanganannya.

Baca Juga: Sudah Coba? Bukan hanya Enak, Susu Nabati juga Banyak Manfaatnya

Cara berpikir sempit juga menghambat dan kontraproduktif dalam upaya membangun kembali peradaban Islam.

Menurut Ma'ruf lagi, cara berpikir sempit merupakan salah satu penyebab munculnya sifat radikal, egois, dan tidak mau menghargai perbedaan, sehingga jika hal itu terus dibiarkan akan dapat merusak tatanan kehidupan negara yang toleran.

"Cara berpikir sempit juga bisa melahirkan pola pikir yang menyimpang dari arus utama atau bahkan menjadi radikal yang dapat menjustifikasi kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

Karena itu, saya tidak ingin umat Islam, ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini," katanya.

Baca Juga: Desak Revisi UU Pemilu Karena Ingin Majukan AHY, Partai Demokrat: Bukan Menjegal atau Mendukung Calon

Ma'ruf mengatakan, cara berpikir merupakan kunci utama yang menentukan kemajuan atau kemunduran suatu peradaban. Sehingga, cara berpikir yang harus dikembangkan dan diutamakan oleh umat Islam dalam mengamalkan ajaran agama ialah wasathy atau moderat.

"Bagi saya, cara berpikir yang moderat dan dinamis tersebut berarti bahwa kita tidak bisa hanya memahami secara tekstual pada teks semata serta menolak perkembangan ilmu pengetahuan," katanya.

Kemudian, dalam menyikapi persoalan di kehidupan sehari-hari, kata dia, umat Islam tidak bisa juga bergantung sepenuhnya pada ilmu pengetahuan dan mengabaikan motivasi agama, karena hal itu akan menimbulkan pola pikir liberal.

Baca Juga: Presiden Jokowi Mengenai PPKM Berskala Mikro, Positif Covid 1 Orang yang Dilockdown Seluruh Kota

Berkenaan dengan itu, harus ada batasan dalam menjalankan kehidupan beragama, yakni di tengah-tengah antara tidak berpedoman pada teks semata dan tidak menjadi liberal.

"Dengan demikian, cara berpikir Islami itu tidak tekstual dan tidak liberal, la tektualiyan wala liberaliyan, tetapi moderat, wasathiyan atau tawassuthiyan," pungkasnya.***

 

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x