GALAMEDIA – Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menyebutkan amandemen UUD 1945 dapat diumpamakan seperti membuka kotak pandora.
Maksudnya, arah amandemen bisa menjalar kemana-mana sehingga terkesan seperti tidak terkontrol. Tentunya, hal tersebut dapat membunuh semua hasil capaian demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, Syamsuddin menegaskan bahwa sebelum amandemen perlu diadakannya konsensus politik terkait apa yang perlu diubah dan alasan mengapa harus diubah. Dengan begitu, dalam proses perumusannya perlu melibatkan para akademisi.
“Namun amandemen konstitusi ibarat membuka kotak pandora. Arah amandemen bisa kemana-mana & tidak terkontrol, termasuk membunuh semua capaian demokrasi. Karena itu, sebelum amandemen, perlu konsensus politik, apa yang perlu diubah dan mengapa. Para akademisi perlu dilibatkan untuk merumuskannya,” tulis Syamsuddin Haris yang dikutip Galamedia dari akun Twitter pribadinya, @sy_haris, 22 Maret 2021.
Sebelumnya, Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membantah terkait isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin kembali untuk menjabat sebagai presiden dalam kurun 3 periode berturut-turut.
Kemudian Mahfud MD mengaitkan isu tersebut dengan momen pembubaran Orde Baru dan melakukan reformasi 1998.
Menurutnya, pembubaran Orde Baru dan melakukan reformasi 1998 ditujukan untuk membatasi masa jabatan presiden yang pada awalnya tidak dibatasi periodenya.