Dugaan Kongkalikong dalam Labuh Tambat di Batam Bakal Dilaporkan ke KPK

- 18 Juni 2021, 17:32 WIB
Ilustrasi pelabuhan. Dugaan kongkalikong dalam proses labuh tambat di Batam bakal dilaporkan ke KPK, Kejaksaan dan Kepolisian.
Ilustrasi pelabuhan. Dugaan kongkalikong dalam proses labuh tambat di Batam bakal dilaporkan ke KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. /Pexels/Martin Damboldt

GALAMEDIA - Proses slipped-up dan labuh tambat di Batam diduga diwarnai kongkalikong antara oknum Badan Usaha Pelabuhan Laut BP Batam dengan oknum salah satu agen pelayaran di Kota Batam.

Aliansi Ormas-LSM Peduli Kota Batam pun mengancam akan melaporkan hal itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.

Ketua Tim Investigasi Aliansi Ormas-LSM Kota Batam, Hirmawansyah menerangkan, berdasarkan penelusuran yang didapat dilapangan, diduga telah terjadi pembolongan pemasukan uang negara lewat permainan modus slipped-up dan labuh tambat.

Praktik kotor tersebut ditenggarai dilakukan oleh oknum BPU BP Batam yang bermain dengan oknum perusahaan agen pelayaran.

Baca Juga: Matahari Terbit Dari Arah Utara Disebut Tanda Kiamat, BMKG: Padahal itu Pelajaran Geografi Saat SMP

"Nah, jika disebutkan kondisi kapal tersebut status slipped-up maka perusahaan itu selaku agen hanya akan membayar masing-masing kapal setiap bulannya sebesar Rp 150 ribu. Tinggal dikali berapa bulan lamanya kapal tersebut naik dok," terang Hirmawansyah, Jumat, 18 Juni 2021.

"Tapi jika kapal itu dengan status labuh dan tambat, maka masing-masing kapal setiap bulannya harus membayar sebesar Rp 50 juta," tambah dia.

Hirmawansyah mengaku hingga saat ini pihaknya masih melakukan penelurusan terkait keberadaan lima kapal yang di-hand over ke salah satu perusahaan tersebut. Apakah statusnya slipped-up atau labuh tambat.

Menurut Ketua Tim Investigasi Aliansi Ormas-LSM Peduli Kota Batam itu, ada ketentuan dari Internasional Merine organisasi (IMO) yang seharusnya ditaati.

Baca Juga: Mudahkan Pembayaran Iuran Peserta, BPJS Ketenagakerjaan Gandeng LinkAja

Dimana kapal yang ada nomor registrasinya tidak boleh slipped-up. Seperti pada lima kapal yang di hand over ke salah satu perusahaan. Menurut Hirmawansyah, bahwa semua terdaftar di IMO.

"Asumsi kita kalau ke lima kapal tersebut slipped-up maka agen pelayaran hanya membayar biaya sebesar Rp 150 ribu dikali 34 bulan untuk kapal Sea Angler," katanya.

"Sedangkan kalau kapal tersebut labuh tambat maka setiap bulan masing masing kapal membayar biaya sebesar Rp 50 juta," ungkap dia.

Jika saya dihitung setiap kapal selama 30 bulan labuh tambat, maka diharuskan membayar biaya sebesar Rp 1,5 milar dikalikan 5 kapal hitungan. Artinya secara kasar nilainya sebesar Rp 7,5 miliar.

Baca Juga: Dinas Pertanian Terus Melaksanakan Penyemprotan Disinfektan

Hirmawansyah juga memberikan kalkulasi jumlah yang harus dibayarkan agen pelayaran jika kapalnya kondisi slipped-up dengan yang harus dibayarkan pada saat status labuh tambat.

Ia pun berharap hal ini mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Diduga, praktik permainan tersebut sudah berlangsung lama dan bukan menjadi rahasia umum.

"Sudah waktunya aparat penegak hukum melakukan penyelidikan sebab masalah labuh tambat di Badan usaha pelabuhan laut BP Batam belum pernah diungkapkan oleh aparat penegak hukum. Baik KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian," tambah Hirmawansyah.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, Badan Usaha Pelabuhan Laut BP Batam maupun perusahaan dimaksud belum memberikan keterangan resminya.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x