Soroti Utang Indonesia, Gerindra: Presiden dan Menkeu Bisa Berganti, Tapi Utang Tetap Dibayar Rakyat  

- 23 Juni 2021, 20:50 WIB
Ilustrasi Utang Negara.
Ilustrasi Utang Negara. /Pixabay/PublicDomainPictures

 

 

GALAMEDIA – Efek pandemi Covid-19 selama setahun ini telah memberikan begitu banyak dampak buruk bagi Indonesia, salah satunya di sektor ekonomi.

Pandemi Covid-19 serta kenaikan kasus akhir-akhir ini membuat pertumbuhan ekonomi nasional ‘babak belur’.

Bahkan pemerintah harus berutang kepada pihak luar negeri demi mempertahankan ekonomi yang kian memburuk di seluruh sektor.

Atas dasar hal ini, pihak BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyoroti penambahan utang yang dilakukan oleh pemerintah. BPK menyatakan, pemerintah harus mewaspadai hal ini.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna menuturkan, tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.

BPK kemudian melaporkan realisasi pendapatan negara dan hibah di tahun lalu, 2020 sebesar Rp 1.647,78 triliun atau mencapai 96,93% dari anggaran. Sementara itu, realisasi belanja negara tahun lalu sebesar Rp 2.595,48 triliun atau mencapai 94,75% dari anggaran. Hal itu membuat defisit anggaran tahun 2020 dilaporkan sebesar Rp 947,70 triliun atau 6,14% dari PDB.

Pihak BPK menjelaskan, utang Indonesia tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan International Debt Relief (IDR).

Diketahui rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% melampaui rekomendasi IMF sebesar 25% - 35%.

Menanggapi hal tersebut, Komisi XI DPR RI, Kamrussamad lantas mempertanyakan slogan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang seolah terabaikan.

“Tagline spending better Menkeu terabaikan?” kata dia kepada wartawan dilansir melalui berbagai sumber, Rabu, 23 Juni 2021.

Kamrussamad mengingatkan, perencanaan dan pengelolaan utang yang didapat dari dalam negeri, luar negeri, Surat Berharga Negara (SBN), dan sumber lainnya harus dikelola secara hati-hati dan cermat, karena hal tersebut menyangkut dengan beban rakyat Indonesia.

“Karena menyangkut beban rakyat Indonesia,” terangnya.

Lebih jauh, politikus Partai Gerindra ini menuturkan bahwa presiden dan menteri keuangan bisa berganti kapan saja, namun utang tetaplah harus dibayar oleh rakyat Indonesia.

“Presiden dan Menteri Keuangan bisa berganti tapi utang tetaplah harus dibayar oleh rakyat Indonesia,” imbuhnya.

Selain itu, dia juga mengatakan, pemerintah dengan bantuan BPK, BPKP, serta KPK harus memeriksa potensi korupsi dalam pengelolaan utang negara.

“Seperti dugaan adanya calo utang menarik sejumlah fee tertentu pada setiap pinjaman. Spending Better yang menjadi tagline Kementerian Keuangan harus dibuktikan outcome-nya,” pungkas dia. ***

 

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x