Utang Kian Mengganas, Ekonom Senior Sebut Warisan Utang Bisa Capai Rp10.000 Triliun Karena Jokowi

- 24 Juni 2021, 21:12 WIB
Ilustrasi Utang Negara.
Ilustrasi Utang Negara. /Pixabay/PublicDomainPictures

GALAMEDIA - BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) telah melakukan audit laporan keuangan pemerintah pusat Indonesia selama 2020.

Salah satu permasalahan yang disoroti oleh pihak BPK adalah penambahan utang pemerintah. BPK menyatakan, pemerintah harus mewaspadai hal ini.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna menuturkan, tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.

Senada dengan BPK, ekonom senior, Prof. Didik J. Rachbini mengaku setuju dengan kekhawatiran lembaga tersebut bahwa Indonesia tidak akan mampu membayar utangnya.

Baca Juga: Tolak Wacana Jokowi 3 Periode, Pengamat Ini Sayangkan Pelaporan Qodari ke Polisi

“Saya setuju BPK mengingatkan pemerintah karena tugasnya memang harus begitu,” kata dia kepada wartawan dilansir melalui berbagai sumber, Kamis, 24 Juni 2021.

Dia lantas meminta pemerintah agar tidak membatasi pihak yang kritis, termasuk BPK karena tugas lembaga tersebut memang memberitahu dengan transparan.

“Jangan kemudian kritis malah dinafikan atau bahkan yang kritis diberangus, yang kritis seperti yang dilakukan sekarang terhadap aktivis,” tegasnya.

Rektor Universitas Paramadina ini lalu menambahkan bahwa utang yang menjadi tanggungan pemerintah Indonesia bukan hanya dari APBN saja (Rp6.527 triliun), melainkan dari utang Badan Usaha Milik Negara alias BUMN (Rp2.143 triliun).

Sehingga setelah ia totalkan, utang pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencapai Rp8.670 triliun.

Lebih jauh, ia menuturkan hal ini semakin berat karena saat ini BUMN juga diminta dan dibebani tugas untuk membangun infrastruktur dalam proyek pembangunan nasional.

Baca Juga: Kontra HRS Suka Cita Sambut 2024, Hasmi Bakhtiar: Padahal Kunci Kekuasaan Ada di Tangan Pembela HRS

Bahkan Didik menyatakan, warisan utang presiden setelah Jokowi bisa lebih dari Rp10.000 triliun.

“Kalau gagal bayar atau bangkrut harus ditanggung APBN, sehingga menjadi bagian dari utang pemerintah. Warisan utang Presiden Jokowi kepada presiden berikutnya bisa lebih Rp 10 ribu triliun,” ungkapnya.

Sehingga dalam hal ini, dia menjelaskan, APBN bisa lumpuh karena beban utang yang sangat besar.

“APBN akan lumpuh terkena beban utang ini dengan pembayaran bunga dan utang pokok yang sangat besar. APBN bisa menjadi pemicu krisis ekonomi,” imbuhnya.

Didik lalu mengingat krisis 1998 dan membandingkannya dengan krisis saat ini.

“Kalau 20 tahun lalu krisis 1998 dipicu oleh nilai tukar, maka sekarang bisa dipicu oleh APBN yang berat digabung dengan krisis pandemi karena penanangan yang salah kaprah sejak awal. Jadi, gabungan dari kedua faktor itu potensial memicu krisis,” pungkas Didik. ***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x