Pemerintah Ganti Istilah PPKM Darurat Jadi Level 4: Menunjukan Presiden Lemah Sekali

- 22 Juli 2021, 17:19 WIB
Ilustrasi PPKM Level 4.
Ilustrasi PPKM Level 4. /Agus Somantri/Galamedia/

GALAMEDIA - Keputusan pemerintah mengganti-ganti istilah PPKM Darurat menjadi PPKM Level 1-4 menuai kritik. Hal itu dinilai karena pemerintah berupaya menghindari istilah lockdown.

Ekonom senior Rizal Ramli menyebutkan keputusan mengganti-ganti isitilah tersebut memperlihatkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah.

"Kalau begini cara menyelesaikan masalah, ganti-ganti istilah, terus kompromi, bukan menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan, saya mau tanya segitu ceteknya kah pemerintah?" ujar Rizal Ramli dikutip dari kanal Youtube, Kamis, 22 Juli 2021.

Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini mengaku tak habis pikir dengan pendekatan yang dipakai pemerintah menangani pandemo Covid-19 ini. Menurutnya, tidak ada negara manapun di dunia ini yang menyelesaikan sebuah masalah hanya dengan mengganti istilah.

"Pendekatannya kok ganti istilah lagi, ganti istilah. Jadi PPKM ada level 4, level 3. Saya binggung, di mana sih di seluruh dunia ini, dimana menyelesaikan masalah hanya dengan ganti istilah. Ini diganti sudah berapa kali. Semuanya bikin binggung," ujarnya.

Baca Juga: Kisruh Ivermectin, ICW Menduga Ada Keterlibatan Moeldoko dan Politisi PDIP dengan PT Harsen

Ia pun menyoroti perpanjangan PPKM Darurat (yang diubah jadi PPKM level 4) hingga 25 Juli.

Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa pemerintah sama sekali tidak memakai parameter ilmu pengetahuan dalam setiap keputusannya.

"Ini nunjukkin pemerintah dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan science, tetapi menggunakan pendekatan menurut siapa, menurut yang ketakutan Jokowi jatuh, pak (PPKM) jangan diperpanjang pak, ini bahaya," ujarnya.

"Masa aktifnya Covid itu kan 14 hari, ini kok tanggung nambah waktunya hanya 5 hari. Ya harusnya enggak begitu," ujarnya.

Selain itu, Presiden Jokowi, dalam perpanjangan PPKM ini, juga semakin memperlihatkan kualitasnya yang lemah, mudah didikte oleh kelompok buzzer.

"Menunjukkan presiden lemah sekali, terombang ambing antara penasehat amatiran, buzzer/influencer, akhirnya solusinya lebih banyak ke politik," ujarnya.

Ia menilai seharusnya pemerintah melakukan lockdown. Setelah melakukan lockdown, pemerintah membiayai makan atau kebutuhan masyarakat.

Baca Juga: Amazing! Podomoro Park Bandung Luncurkan Expandable House Pertama di Indonesia

"Ya lockdown ini bisa dilakukan dua pekan sekali atau sebulan sekali selama 14 hari. Anggaran kita cukup kok. Kalau bilang enggak ada duit, kita bisa kok. Kalau merasa enggak bisa ya sudah mundur saja," ujarnya.

Menurutnya, lockdown perlu dilakukan agar kasus pandemi covid-19 ini tidak berkelanjutan. Dengan adanya lockdown, warga negara asing pun dilarang masuk ke Indonesia.

Pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan kebijakn lockdown ini sebenarnys sudah dicontohkan banyak negara.

Salah satunya, disebutkan dia, negara Brasil. Dikatakan, angka harian penambahan Covid-19 di Brazil sempat melebihi Indonesia hingga mencapai 50 ribu orang.

Baca Juga: PKS Jabar Bagikan 200 Ribu Paket Daging Kurban, Solusi Bagi Warga Terdampak Pandemi Covid-19

"Saat itu memang Jair Bolsonaro (Presiden Brasil) sempat mendapat kecaman dari berbagai pihak," ujarnya.

Ia pun menyebutukan negara lain yang melakukan lockdown antara lain Thailand, Vietnam, dan Afrika Selatan. "Jadi memang ada contohnya," ujar dia.

Soal wacana lockdown, pemerintah sudah mengeluarkan alasannya. Hal itu diungkapkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Lockdown ini tidak bisa dilakukan karena bisa mamatikan perekonomian," ujarnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x