Politisi Demokrat Serukan Penangkapan SBY dan AHY: Sia-sia Taruh Harapan ke Pemerintahan yang Sudah Gagal

- 10 Agustus 2021, 18:18 WIB
Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY.
Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. /Tangkap layar Instagram @andi_a_mallarangeng

 

GALAMEDIA - Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik menantang pemerintah untuk menangkap hingga memenjarakan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Andi Arief dan dirinya, yang kritis bersuara.

Hal tersebut diungkapkan Elite Partai Demokrat ini pada akun Twitter @RachlandNash, Selasa, 10 Agustus 2021.

"Tangkap dan penjarakan SBY, AHY, Rachland, Andi Arief, kader-kader Partai Demokrat lain, dan semua warga yang kritis bersuara pada pemerintah," cuitnya.

Namun tentunya ia memberikan satu syarat kepada pemerintah untuk melakukan tindakan tersebut.

Baca Juga: Singgung Firli Bahuri atas Tuntutan 11 Tahun Penjara Juliari Batubara, Gus Umar: Ucapan Tak Sesuai Faktanya!

"Tapi kembalikan satu nyawa -- satu nyawa saja -- korban pandemi yang mati karena tak mendapat tabung oksigen," ujarnya.

Ia menyayangkan langkah pemerintah yang hingga saat ini belum mampu menekan angka kematian akibat pandemi Covid-19.

"Tingkat kematian tak mampu ditekan, angka kematian dihapus dari indikator keberhasilan penanganan pandemi. Sia-sia menaruh harapan menitipkan kehidupan pada pemerintahan yang sudah gagal," ujarnya.

Ia pun mengungkapkan, hari ini, 10 Agustus, 2048 warga negara kembali dijemput kematian.

Saat konferensi pers, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, walau ada sejumlah daerah yang mengalami perbaikan situasi, namun kenyataannya dalam beberapa hari terakhir angka kematian akibat COVID-19 tercatat hingga di atas 1.000 orang per hari.

Padahal, lanjut dia, angka kasus konfirmasi di Jawa dan Bali mengalami penurunan yang cukup signifikan di beberapa mayoritas provinsi, salah satunya di DKI Jakarta.

Baca Juga: Heboh PDH DPRD Kota Tanggerang Berbahan Louis Vuitton, Bintang Emon: Terlalu Mahal untuk Sekedar 'Baju Tidur'

Hal itu, kata Luhut, diakibatkan oleh adanya kesalahan pada saat memasukkan data kematian. Sehingga keputusan selanjutnya yakni dengan meniadakan angka kematian dari indikator penanganan COVID-19.

"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," jelasnya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x