Jelang HUT Ke-76, Tiga Mandat Reformasi Tak Dipenuhi TNI

- 4 Oktober 2021, 19:12 WIB
Ilustrasi. TNI belum penuhi tiga mandat reformasi.
Ilustrasi. TNI belum penuhi tiga mandat reformasi. /PEXELS.com/Pixabay

“Namun, secara umum, empat kasus tersebut memberi gambaran kepada masyarakat bahwa kasus kekerasan oleh aparat itu masih terjadi hingga kini,” ujar Ikhsan.

Persoalan kekerasan ini makin sulit terselesaikan lantaran TNI masih menikmati privilege selama belum direvisinya UU 31/1997 tentang Peradilan Militer.

Baca Juga: Kemensos Ungkap Alasan Penerima Bansos PKH Tak Terima KIS, PBI dan KIP

“Inilah menjadi salah satu hal yang yang menyebabkan kasus kekerasan ini masih terjadi dan akan sulit terselesaikan,” kata Ikhsan.

Kedua, minimnya imparsialitas atau akuntabilitas peradilan militer. Tuntutan hukuman terhadap 11 prajurit TNI AD dari Batalion Perbekalan Angkutan (Yon Bekang) 4/Air yang terlibat dalam kasus penyiksaan/pengeroyokan terhadap seorang pria bernama Jusni (24 tahun) hingga tewas di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 9 Februari 2020, sama sekali tak mencerminkan keadilan. Tuntutan hukuman yang hanya 1 sampai 2 tahun penjara tersebut memicu ketidakpuasan keluarga korban.

“Rendahnya tuntutan itu membuktikan bahwa proses persidangan berjalan tidak objektif dan tidak adil. Selain itu, tuntutan rendah tersebut juga disertai dugaan rekomendasi sang atasan agar Oditur Militer meringankan hukuman. Bentuknya adalah rekomendasi keringanan hukuman,” terang Ikhsan.

Kemudian potret impunitas melalui tuntutan yang rendah tersebut semakin mengecewakan dengan putusan tingkat banding Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, melalui Putusan Nomor 86-K/BDG/PMT-II/AD/XII/2020 menghapus sanksi pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer kepada dua orang terdakwa.

Baca Juga: Deddy Corbuzier Terkena Demam Squid Game, Jadi Jawara Main Kelereng dan Tarik Tambang Solo?

Ketiga, pengaturan komponen cadangan. Menurutnya, selain mengenai urgensi pembentukannya yang dipertanyakan, kritikan masyarakat sipil terhadap komponen cadangan juga mengenai persoalan hak-hak konstitusional warga negara dan mengganggu kehidupan demokrasi.

Kritikan lainnya adalah penggunaan hukum militer bagi komponen cadangan selama masa aktif sebagaimana diatur pada pada Pasal 46 UU PSDN. Selain itu, pengaturan komponen cadangan tidak memberi ruang pengaturan untuk menolak mengikuti berdasarkan keyakinan.

Halaman:

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah