Jokowi Disebut Tak Serius, KPA Ungkap Ribuan Petani Ditangkap

- 15 Desember 2021, 22:26 WIB
Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo. /Instagram @sekretariat.kabinet

 

GALAMEDIA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pelaksanaan agenda reforma agraria tidak serius.

Sepanjang enam tahun, berdasarkan catatan KPA, banyak aktivis, petani, dan warga lainnya ditangkap terkait konflik agraria.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA, Dewi Kartika menyebut dalam kurun 6 tahun tersebut terjadi 2.291 kasus agraria di seluruh provinsi.

"Kami memandang janji ini belum serius dikerjakan. Sepanjang 6 tahun terakhir (2015-2020), telah terjadi 2.291 letusan konflik agraria di seluruh provinsi," kata Dewi dalam keterangan resmi, Rabu, 15 Desember 2021.

Catatan kritis KPA ini menurut Dewi sekaligus menanggapi respons Jokowi atas pidato Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas yang menyebut 1 persen penduduk Indonesia menguasai 59 persen lahan di Indonesia. Jokowi lantas kembali menyampaikan janji Reforma Agraria.

Menurut Dewi, konflik tersebut didominasi sektor perusahaan perkebunan yang diakibatkan Hak Guna Usaha (HGU). Bahkan, kasus konflik agraria pada fahun 2020 meningkat sebanyak 28 persen dibanding tahun sebelumnya.

Baca Juga: Syahganda Nainggolan: Presidential Threshold 20 Persen Bentuk Persekongkolan Jahat Parpol dan Pemilik Modal

"Ribuan petani, masyarakat adat, dan aktivis agraria ditangkap dan mengalami kekerasan di wilayah-wilayah konflik agraria perkebunan," kata Dewi.

Menurut Dewi, sumber ketimpangan struktur dan konflik agraria di Indonesia adalah korporasi perkebunan menguasai tanah dalam skala yang luar biasa dan difasilitasi pemerintah melalui penerbitan, perpanjangan, maupun pembaruan HGU. Selain itu, terdapat pembiaran terhadap penelantaran HGU.

Disebutkan, persoalan HGU ini menjadi pekerjaan rumah besar dalam enam tahun terakhir.

Masyarakat, khususnya penggarap, buruh tani, masyarakat adat, dan warga miskin tanpa tanah menantikan penyelesaian persoalan ini.

"Konflik agraria akibat HGU/HGB menjadi pekerjaan rumah besar saat ini yang ditunggu penyelesaiannya sejak 6 tahun lalu," ujar Dewi.

Ia mengatakan, penertiban tanah HGU/HGB yang terlantar sudah semestinya dilakukan sejak awal pemerintahan dan menjadi prioritas.

Pembiaran secara berlarut terhadap persoalan ini, lanjut dia, menjadi penyebab ketimpangan tanah di Indonesia.

Terkait hal itu, ia mengkritik luasan redistribusi tanah yang direncanakan pada era Jokowi menurun drastis menjadi 400 ribu hektar. Pelaksanaan programnya, tidak jelas dan macet.

Baca Juga: Oknum Polisi Tolak Laporan Warga, Polda Metro Jaya: Direkomendasikan 'Tour of Area'

"Di masa pemerintahan SBY, Kepala BPN RI pernah merilis ada potensi tanah terlantar di Indonesia seluas sekitar 7 juta hektar dan dijanjikan menjadi obyek reforma agraria," tutur Dewi.

Kemudian, ia pun menilai, pernyataan politik Jokowi seolah-olah menunjukkan bahwa Presiden merupakan pemilik lahan.

Jokowi seakan-akan bisa begitu saja menerima pengajuan permintaan tanah dalam skala besar, selama pemohon memiliki visibility study.

Menurutnya, hal ini menjadi persoalan krusial karena pihak yang bakal me dapatkan tanah yang ditertibkan adalah kelompok pemodal yang menguasai teknologi.

"Artinya, kelompok elit bisnis, badan-badan usaha besar, elit politik kembali yang akan memonopoli tanah. Jika pernyataan itu dijalankan, maka kembali menguatkan kondisi ketimpangan struktur agraria tanah-air," kata Dewi.

Baca Juga: Cemas Omicron Masuk Tanah Air, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo: 72 Negara Kini Sudah Terjangkit

Dewi juga mengkritik rencana Jokowi yang akan mengumpulkan semua tanah terlantar dalam skema Bank Tanah. Sebab, Reforma Agraria dalam skema Bank Tanah, kata dia, merupakan 'gula-gula' atau bagian dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Karena itu, KPA menduga kuat skema Bank Tanah bukan untuk rakyat kecil melainkan bertujuan bisnis dan berpihak pada investor besar.

"Seharusnya Reforma Agraria tidak disejajarkan dengan proses pengadaan tanah untuk orientasi bisnis dan investasi kakap," ujar Dewi.

Sebelumnya, Jokowi membenarkan terdapat ketimpangan kepemilikan atas tanah di Indonesia.

Jokowi lantas mengatakan bahwa pemerintah sedang mengembalikan 12 juta hektar lahan ke masyarakat.

Jokowi menyampaikan pemerintah juga membuat bank tanah dan akan mengambil alih lahan pemberian yang tidak dimanfaatkan masyarakat.***

 

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x