Network
GALAMEDIA - Presiden Joko Widodo disebut ruwet oleh pegiat media sosial Christ Wamea terkait perpindahan ibu kota ke Kalimantan Timur.
Sebelumnya terjadi banjir di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur pada 17 Desember lalu.
Banjir melanda setelah hujan mengguyur sejak pukul 14.00 WITA. Selain itu terjadi pasang tinggi air laut mulai pukul 16.00 - 18.00 WITA.
Baca Juga: Jaga Kesehatan Mata dengan 5 Makanan Ini
PPU merupakan lokasi yang ditargetkan untuk ibu kota baru Indonesia menggantikan Jakarta.
Menanggapi ini Christ menyindir Jokowi yang memindahkan ibu kota dengan tujuan menghindari pemasalahan yang sejak lama dihadapi Jakarta, seperti kemacetan dan banjir.
Tanggapan disampaikan melalui akun Twitter miliknya @PutraWadapi pada Sabtu, 18 Desember 2021.
Baca Juga: Catat! Ini 5 Makanan Enak untuk Kesehatan Otak
"Mau menghindar banjir Jakarta ternyata ibu kota baru juga langganan banjir. Pemimpin ruwet," katanya yang dikutip Galamedia, Minggu 19 Desember 2021.
Diketahui 101 unit rumah yang tersebar di dua desa dan satu kelurahan di Kabupaten PPU Kaltim terendam banjir akibat curah hujan yang tinggi.
Rumah yang terdampak banjir di Desa Bukit Raya sebanyak 56 unit tersebar di tiga RT, yakni RT 01 37 rumah, RT 02 17 rumah, dan RT 06 dua unit rumah.
Baca Juga: Ketua KSPI Said Iqbal Sanjung Anies Baswedan yang Naikkan UMP DKI 5,1 Persen: Sangat Cerdas!
Kemudian di Desa Sukaraja lima rumah, yakni di RT 01, sedangkan di RT 25 genangan air hanya sampai di halaman rumah.
Lalu di Kelurahan Sepaku tercatat ada 40 rumah yang terdampak, yakni di RT 07 tiga rumah, RT 06 24 rumah, RT 05 10 rumah, RT 04 tiga rumah, dan satu mushala.
Di sisi lain, pemindahan ibu kota masih menjadi perbincangan dan perdebatan karena beberapa pihak menganggap tidak perlu memindahkannya.
Baca Juga: Ups! Doddy Sudrajat Keceplosan Lagi, Feni Rose Sampai Tahan Tawa, Netizen: Omongan Pertama Suka Bener Biasanya
Sebelumnya Jokowi mengatakan pemindahan ibu kota salah satunya untuk menghindari kemacetan dan banjir.
Alasan yang justru dinilai sebagian pihak tidak menyelesaikan masalah, melainkan lari dari persoalan.
Tidak sedikit juga yang menolak rencana pembangunan ibu kota baru dengan berbagai perhitungan risiko, di antaranya pembiayaan yang merupakan aspek vital proyek konstruksi.***
