Pemerintah Indonesia Didesak Naikan HPP dan HET Gula, APTRI Ungkap Fakta Petani Sewa Lahan

- 28 Februari 2022, 11:44 WIB
Ilustrasi gula pasir.
Ilustrasi gula pasir. /Pixabay.com/955169

GALAMEDIA - Pemerintah Indonesia didesak untuk menaikan harga pokok pembelian (HPP) dan harga eceran tertinggi (HET) gula tani pada tahun 2022 ini.

Menurut data Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) , HPP maupun HET gula tani sudah tidak naik selama enam tahun belakangan ini.

Sekjen DPN APTRI, Nur Khabsyin menyatakan, pihaknya mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan revisi acuan HPP dan HET gula tani pada tahun ini.

Baca Juga: Benarkah Gempa Dahsyat dengan Kekuatan Magnitudo 7,5 Akan Guncang Pasaman Barat? BMKG Berikan Penjelasan

"Desakan tersebut merupakan salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam Musyawarah Nasional V APTRI yang dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden Kiai Haji Ma'ruf Amin di Yogyakarta baru-baru ini," ucapnya seperti dilansir Galamedia dari Antara.

Diungkapkan oleh Khabsyin, HPP gula tani saat ini sebesar Rp9.100 per kilogram. Sementara HET gula sebesar Rp12.500 per kilogram.

Acuan HPP dan HET saat ini, kata Khabsyin, sudah enam tahun tidak naik. Ia menegaskan hal ini sangat merugikan petani tebu.

Baca Juga: Bukan Hanya Serang Lansia, Asam Urat Juga Bisa Intai Kaum Muda, Ini 4 Langkah Pencegahan yang Bisa Dilakukan

Khabsyin menilai, HPP gula tani saat ini sudah jauh di bawah biaya pokok produksi (BPP) yang sudah berkisar pada angka Rp11.000 per kilogram.

Idealnya, kata Khabsyin, HPP harus berada di atas BPP agar petani tebu di Indonesia bisa merasakan keuntungan.

"Dalam Munas, APTRI merekomendasikan ke pemerintah untuk menetapkan HPP sebesar Rp11.500/kg. Angka tersebut kami anggap wajar agar petani bisa untung dan tidak memberatkan konsumen. Kami minta kenaikan HPP karena bulan Mei 2022 sudah memasuki musim giling," tuturnya.

Sementara untuk besaran harga acuan HET, APTRI mengusulkan Rp14.000/kg atau HET dihapus saja.

Baca Juga: Tren Kasus Covid-19 Mulai Melandai, Pemerintah Akan Ubah Status Pandemi Jadi Endemi

Dalam rekomendasi Munas, APTRI juga menyoroti banyaknya gula rafinasi yang sering bocor di beberapa daerah.

Hal tersbeut menunjukkan bahwa ada kelebihan jumlah gula yang diimpor, sekaligus menunjukkan juga ada mekanisme dalam perdagangan gula rafinasi yang perlu dibenahi.

"Impor gula rafinasi dan juga gula konsumsi agar dibatasi," tuturnya.

Sementara terkait pupuk, APTRI juga menolak rencana pencabutan subsidi untuk pupuk jenis ZA karena pupuk ZA merupakan jenis pupuk yang sangat dibutuhkan petani tebu.

Baca Juga: Beredar Kabar, Ada Agen Elpiji di Kota Bandung yang Jual Bright Gas 12 Kg dengan Harga Rp192 Ribu per Tabung

"Kami juga mendesak agar pemerintah memfasilitasi petani tebu untuk menyewa lahan HGU milik negara karena selama ini ratusan ribu hektare lahan HGU disewa oleh perusahaan gula baik BUMN maupun swasta dengan harga murah. Sedangkan petani tebu menyewa lahan milik masyarakat dengan harga lebih tinggi," kata Khabsyin.

APTRI juga merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia menugaskan perusahaan yang mendapat izin impor gula untuk membeli gula tani pada musim giling tahun 2022.***

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x