Industri dan UMKM Batik Mulai Menggeliat Setelah Dua Tahun Terpuruk Akibat Pandemi Covid-19

- 8 April 2022, 14:15 WIB
Industri dan UMKM batik kembali menggeliat, setelah dua tahun terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Industri dan UMKM batik kembali menggeliat, setelah dua tahun terpuruk akibat pandemi Covid-19. /Kiki Kurnia/Galamedia/
GALAMEDIA - Industri dan Usaha Menengah Keckl dan Mikro (UMKM) batik kembali menggeliat, setelah dua tahun terpuruk akibat pandemi Covid-19.
 
Berdasarkan catatan Asosiasi Pengusaha dan Perajin Batik Indonesia (APPBI) Jawa Barat, awal 2022 hingga bulan April ini meningkat 20%.
 
"Indikatornya terlihat dari jumlah pengunjung dan perajin serta UMKM batik yang membludak pada gelaran Innacraft di JCC Jakarta, beberapa waktu lalu," ungkap Ketua APPBI, Komarudin Khudia yang ditemui di Galeri Batik Komar, Jln. Cigadung Bandung, Junat, 8 April 2022.
 
 
Selain itu, kata Komarudin, terlihat dari para pengurus APPBI yang mulai menambah sejjumlah pegawainya. Begitu pun dengan industri Batik Komar yang mulai menambah pegawainya lima hingga enam.orang.
 
"Alhamdulillah, i dustri batik kembali memggeliat dan mulai naik di awal 2022 ini. Bahkan saya perikirakan hingga pettengahan 2022, kenaikannya bisa mencapai 50%," tandasnya.
 
Selama dua tahun pandemi Covid-19, kata Komarudin, para perajin dan pengusaha batik tidak mau berpangku tangan maupun bersedih, sekalipun mengalami keterpurukan hingga 80%.
 
 
Seluruh anggota APPBI terus berinovasi dan membuat sesuatu hal yang baru, baik corak maupun motif batik tanpa mengurangi kualitas, termasuk dengan membenahi manajemen dan membanjiri medsos dengan produk baru.
 
"Hasilnya pada gelaran Innacraft, porduk kami berupa kombinasi batik sibori dan exo print habis terjual, begitu pun dengan anggota APPBI lainnya yang menghadirkan corak dan motif batik baru," katanya.
 
Untuk meningkatkan gairah batik di bulan Ramadan dan jelang Idulfitri, lanjut dia, APPBI akan menggelar pameran berskala nasional di Atrium Mal Grand Cuty Surabaya, 20 - 24 April mendatang. Pameran dengan tema Grebek Natik Indonesia ini, akan berkeliling ke tiap daerah.
 
 
"Alhamdulillah, atusias anggota APPBI dari Seluruh Indonesia cukup tinggi. Mudah-mudahan diikuti pengunjung dan konsumennya," tambahnya.
 
Sedangkan menghadapi hari raya Idulfitri, corak dan motif yang diperkirakan akan banyak dicari yakni motif Nitik (Yogyakarta). Namun secara umum, kata Komarudin, ragam hias Sekar Jagat masih digandrungi (diminati) oleh masyarakat.
 
"Motif hias Sekar Jagat ini berkembang di setiap daerah dengan ciri khasnya masing-masing daerah atau lokal genius," tambahnya.
 
 
Komarudin pun menyampaikan, sentra-sentra batik di Jawa Barat kini mulai tumbuh, seperti di Cirebon, Tasikmalaya, Garut, Indramayu termasuk Bandung. Bahkan, para perajin dan pegawainya sempat beralih profesi mulai ditarik lagi (pembatik).
 
"Kami pun mencetak perajin batik yang baru dengan cara memberikan pelatihan, seperti yang dilakukan di Tasikmalaya. Kami merekrut perajin bordir untuk dilatih membatik, diharapkan bisa menciptakan hal yang baru seperti batik dikombinasikan dengan bordir," katanya.
 
APPBI pun lanjut dia, mulai membidik kalangan milenial untuk mengenal lebih jauh tentang batik, dengan cara membuat buku saku serta aplikasi tentang batik. "Kami tidak mau generasi milienial tidak mengenal batik," katanya.
 
 
Tahan banting
Komarudin sangat yakin (kerajinan dan industri) batik akan bertahan sampai kapan pun.
 
Pasalnya, beratus-ratus tahun lalu kerajinan batik sudah teruji dan tahan banting akibat krisis kemanusiaan, perang dunia, penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, Gestafu, krisis moneter hingga pandemi Covid-19.
 
"Sejak dulu, kerajinan batik sudah teruji dan tahan banting. Bahkan saat penjajahan Jepang muncul motif hokokai yang mensiasati susahnya bahan baku dan kain, sehingga dalam sehelai batik ada dua motif yang bisa digunakan siang dan malam (hokokai), hingga kini motif Hokokai masih bertahan," paparnya.
 
 
"Begitu punnjaman Ganefo muncul batik ganefoan, termasuk krisis moneter tahun 1998 muncul motif reformasi, dan dimasa pandemi Covid-19, muncul pula motif Covid. Ini membuktikan, jika kerajinan batik tahan banting (tidak luluh lantak) dan masih bertahan, karena pecintanya masih banyak," pungkasnya.***
 

Editor: Dicky Mawardi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x