Kuasa Hukum Mardani H Maming Beberkan Kronologi Kerjasama PT PCN dan PT PAR (B69)

- 24 Mei 2022, 09:25 WIB
Bendahara Umum PBNU Mardani H Maming./dok.IST
Bendahara Umum PBNU Mardani H Maming./dok.IST /

GALAMEDIA – Kuasa hukum Bendahara Umum PBNU Mardani H Maming, Irfan Idham, S.H, mengungkap fakta baru dalam perkara dugaan suap izin pertambangan dengan terdakwa Dwiyono Putrohadi.

Irfan Idham mengungkap dokumen lengkap untuk membantah kesaksian Christian Soetio sebagai Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) soal tudingan aliran dana ke kliennya.

"Saya memiliki dokumen lengkap untuk membantah seluruh keterangan saksi Christian Soetio terkait aliran dana yang ditujukan kepada klien kami Mardani H Maming. Kesaksian Christian tidak disertai dengan bukti dan fakta yang ada," tegas Irfan Idham, Selasa, 24 Mei 2022.

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kalsel, Jumat, 13 Mei 2022 lalu, Christian Soetio, yang diajukan sebagai saksi yang meringankan terdakwa Dwiyono, menyebut adanya aliran dana sebesar Rp 89 miliar kepada Mardani H Maming, melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

Baca Juga: Kapan SIMAK UI 2022 Dibuka? Ini Informasi Lengkapnya

Padahal, kata Irfan, transfer itu justru ditujukan ke rekening perusahaan yang saat itu tidak ada kaitannya dengan Mardani H Maming.

"Malah justru PT PCN lah yang mempunyai utang kepada PT TSP dan PT PAR sebesar 106 miliar. Saat ini PT PCN sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ungkap Irfan, pengacara yang bergabung dalam Titah Law Firm itu.

"Kesaksian Christian itu fitnah yang keji. Karena faktanya, dana yang ditransfer ke rekening PT PAR dan PT TSP adalah dana tagihan kepada PT PCN. Dimana saat itu PT PAR ataupun PT TSP memang dimiliki keluarga Mardani H Maming, tapi tidak ada kaitan dengan bapak Mardani," tegasnya.

Irfan melanjutkan, PT PAR dan PT TSP, yang saat ini milik Batulicin Enam Sembilan (B69) Group, beberapa tahun lalu menjalin kerja sama dengan PT PCN dalam mengelola pelabuhan batu bara PT Angsana Terminal Utama (ATU).

"Jadi ini adalah murni hubungan keperdataan antara perusahaan dengan perusahaan atau dengan kata lain ini adalah murni business to business," ungkapnya.

Lebih lanjut Irfan menerangkan, dari dokumen yang dihimpun, Mardani H Maming memang belum menjadi pemilik perusahaan. Karena pada tahun 2009 sampai dengan 2018 Mardani tidak terlibat dalam perusahaan karena sedang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.

Adapun PT PAR dahulunya merupakan anak perusahaan dari B69, namun kemudian dimiliki secara penuh oleh PT PCN.

Baca Juga: Kapan iPhone 14 Rilis? Simak Informasi dan Bocoran Spesifikasinya di Sini

Sesuai fakta-fakta dan bukti yang ada, Irfan kemudian merincikan kronologis hubungan bisnis antara PT ATU, PT PAR, PT TSP dan PT PCN.

Dijelaskan Irfan, mulanya, pada 21 Februari 2011 PT ATU didirikan dengan pemegang saham Rois Sunandar Maming sebesar 80 persen dan M. Bahruddin 20 persen.

Saat itu PT ATU sudah mempunyai izin pelabuhan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP.940 Tahun 2011. PT ATU sendiri sepenuhnya milik group B69.

Lalu pada tanggal 2 April 2012, datanglah PT PCN sebagai investor menawarkan kerjasama dengan PT ATU untuk membangun fasilitas crusher dan counveyor.

PT ATU setuju, dan disepakati PT PCN mendapatkan saham PT ATU sebesar 70 persen, dan susunan kepemilikan saham PT ATU berubah menjadi M. Bahrudin 30 persen sedangkan PT PCN 70 persen.

Dengan komposisi itu, maka dengan susunan direksi pun berubah, ialah Hendry Soetio sebagai Direktur sedangkan M. Bahruddin sebagai Komisaris.

Selanjutnya pada tanggal 28 Februari 2014 terjadi pernyataan di luar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa di PT ATU. Sehingga kemudian PT ATU sebagai pemegang saham 30 persen, berubah menjadi PT TSP dengan Direktur M. Aliansyah dan komisaris M. Bahruddin.

Pada 20 Agustus 2014 atas inisiatif Hendry Soetio selaku Direktur PT ATU pada saat itu menawarkan perubahan pembagian hasil atau deviden 30 persen PT TSP dipersamakan dengan Fee Rp. 10.000/Mt batubara, dengan maksud untuk mempermudah hasil penghitungan, dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam perjanjian antara PT TSP dan PT ATU.

Baca Juga: Pendaftaran SIMAK UI 2022 Dibuka Hari Ini, Cek di Sini Syarat dan Ketentuannya

Selanjutnya tangal 31 Desember 2015 dan 1 Januari 2016 atas keinginan Hendry Soetio selaku Direktur PT PCN yang memiliki 70 persen saham, ingin menguasai 100 persen saham PT ATU, agar dapat melakukan pinjaman bank.

Hendri Soetio menawarkan merubah saham 30 persen milik PT TSP menjadi Fee Rp 10.000/meter yang diserahkan kepada PT Permata Abadi Raya (PT PAR) yang merupakan bagian dari perusahaan B69.

“Dana inilah yang menjadi tagihan PT PAR kepada PT PCN yang disebut Christian dalam persidangan yang mengalir kepada klien kami Mardani H Maming,” ungkap Irfan.

Padahal, lanjut Irfan, justru PT PCN lah yang memiliki hutang kepada PT PAR.

Saat ini, PT PCN sendiri, sedang dalam proses perkara PKPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Lebih jauh Irfan menjelaskan, pada tanggal 25 Agustus 2016, akhirnya terjadi perubahan nama pelabuhan milik PT ATU menjadi pelabuhan PT PCN yang tercantum dalam Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Laut. BX-285/PP 008.

Dalam pertimbangannya SK Dirjen Perhubungan Laut itu, di poin B disebutkan bahwa; terminal untuk kepentingan sendiri yang akan dikelola oleh PT PCN sebelumnya adalah milik PT ATU yang telah mendapatkan persetujuan pengelolaan berdasarkan Keputusan Menhub No. KP. 940 tanggal 28 November 2011.

Irfan juga mengungkapkan bahwa, saat ini PT PCN mengalami kesulitan keuangan dan sedang dalam perkara PKPU di PN Jakarta Pusat dengan Perkara Nomor 412/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst, dimana dalam perkara tersebut Jhonlin Group adalah pihak investor yang ingin mengambil alih kepemilikan aset dan perusahaan PT PCN.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x