Komisi V DPRD, Pendidikan Jaran Jauh PR Berat Buat Pemprov Jabar

- 17 Juli 2020, 16:20 WIB
Gus AHad
Gus AHad /Hj. Eli Siti/


GALAMEDIA - Ektivitas kehadiran siswa lewat pendidikan daring sangat rendah. Jika ingin efektif dalam pelakdanaan pendidikan daring atau pendidikan jarak jaruh (PJJ) ini, pemerintah perlu menyiapkan terlebih dahulu sarana dan prasarananya.

“Saya melakukan kunjungan ķe Garut Selatan beberapa waktu lalu. Di awal pandemi, saat menggelar KBM secara daring, dari 300 siswa yang dimiliki sekolah tersebut, hanya 30 - 40 siswa saja yang hadir,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya, Jumat 17 Juli 2020.

“Saya mendengar ada pengadaan gadget untuk siswa SMA, SMK, SLB Negeri se-Jawa Barat yang keseluruhan jumlahnya ada 1,9 juta siswa. Lalu, dari mana anggaran pengadaan gadget itu?” kata Hadi.

Menurutnya, kalau pun dapat terpenuhi setengahnya saja dengan anggapan 50 persen siswa sudah punya gadget, tetap saja anggarannya tidak mencukupi.

"Seluruh anggaran habis untuk penanganan Covid-19," ujar Hadi.

Tak sampai di situ, menurut anggota DPRD Jabar asal Dapil Karawang - Purwakarta ini setelah gadget tersedia lalu bagaimana dengan pulsanya.

"Memang ada dana BOS, namun kalau itu dibagikan untuk beli pulsa juga tidak akan mencukupi," jelasnya.

Belum lagi masalah sinyal. Sebab, masih banyak daerah di Jawa Barat yang jangkauan sinyal komunikasinya buruk, bahkan masuk dalam kawasan blankspot. Seperti Karang Pawitan, Cikalong, Cidaun, dan Tegal Buled di Garut Selatan.

"Terkait pengadaan ini merupakan PR (pekerjaan rumah) nomor satu bagi Pemprov Jabar. Kemudian PR nomor dua adalah siap tidaknya guru mengajar siswa dengan metode daring. Terlebih guru yang memahami pedagogi (cara dan strategi mengajar) tahu benar perbedaan belajar secara tatap muka dengan daring," ujarnya.

PR nomor tiga menurut Gus Ahad adalah kurikulum. Sebab kurikulum pendidikan di Indonesia tidak disiapkan untuk Covid-19.

"Pandemi COVID-19 itu tanpa rencana. Ini Takdir Allah, tiba-tiba diujikan. Kurikulum kita bukan untuk PJJ, jadi bila sekarang PJJ, harus diubah kurikulumnya,” katanya.

Dengan beberapa PR tadi, Ia menyebutkan, Indonesia khususnya Jawa Barat, saat ini tengah menempuh masa-masa sulit. Akan ada penurunan pada tingkat efektivitas KBM.

Untuk itu, Hadi mengajak para ahli untuk berpikir dan duduk bersama guna membahas permasalahan ini. Mulai dari akademisi, praktisi, politisi, eksekutif, hingga dinas terkait.

“Ini PR bersama. Harus dicari solusinya. Termasuk untuk pembiayaan pendidikan, formulanya juga harus ada. Sebab, banyak masyarakat yang terdampak Covid-19 ini, bahkan tak sedikit pula melahirkan orang miskin baru," ucapnya.

Terlebih di sekolah swasta, sekarang ini mayoritas tak punya pendapatan, karena muridnya tidak masuk. "Ya, enggak masuk ngapain bayar, kan gitu. Sekolah negeri masih mendinganlah, gurunya masih bisa digaji, negara,” katanya.

Dengan banyaknya orang miskin baru, berarti akan ada juga anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah alias drop out. Itu, berarti, nanti akan ada penurunan angka serapan kotor, angka serapan murni, selain itu ada juga angka lama sekolah.

“Variabel-variabel itu pasti menurun. Jadi ini PR berat, Pak Kadis (Pendidikan). dengan segala hormat saya sampaikan, bapak punya PR sangat berat. Kami juga di DPRD tengah membahas untuk mencarikan solusinya,” katanya.

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat juga, kata Hadi sudah harus membuat langkah-langkah awal, yaitu perumusan anggaran. Itu pun jangan menggunakan rumusan APBD yang sebelumnya.

“Silahkan, bola ada di sana, kami menunggu. Kami juga belum dapat draf dari APBD Perubahan bagaimana. APBD Murni, seperti apa. Yang jelas sekarang, APBD yang dialih-alihkan, dengan dalih COVID-19 ini pun, secara kasual juga lampu merah,” ucapnya.

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x